Kendati kini lazim, bagi saya menjual barang secara online merupakan pengalaman perdana. Kisah perdagangan daring yang baru pertama kali saya lakukan itu menghasilkan transaksi tunai berbuah silaturahmi.
Bukan melalui platform marketplace sebagai penyedia ruang pertemuan antara penjual dan pembeli. Diketahui, pasar daring mengatur dari sejak pembayaran, pengiriman, hingga barang tiba di tangan pembeli, bila terjadi transaksi.
Caranya sederhana, memanfaatkan saluran lebih gampang, yakni promosi melalui Facebook Group.
Apa sih yang diiklankan?
Beauty cross-hatch trim rings untuk VW Beetle atau Karmann Ghia produksi sampai tahun 1965. Terbuat dari aluminium, aksesoris tersebut belum pernah dipakai sejak beli baru pada tahun 1985.
Dari sekian tanggapan pembaca, ada satu anggota grup yang membangun percakapan intensif melalui Facebook Messenger, kemudian berlanjut ke aplikasi perpesanan WA.
Tiba kepada pertanyaan calon pembeli mengenai harga. Saya menawarkan Rp3 juta 1 set (4 buah). Sebagai informasi, harga di eBay lebih mahal, sekitar USD 300 (lebih dari 4 juta rupiah). Tiada jawaban. Saya pun diam.
Dua hari kemudian, calon pembeli menawar sampai harga Rp2 juta. Saya menurunkan sampai menjadi Rp2,5 juta. Tiada jawaban. Saya pun diam.
Satu pagi yang cerah, satu-satunya peminat serius itu menerangkan, ia mengaku hanya punya budget sebesar dua juta. Kemudian ia membuka identitas. Bernama Pak Ketut Sugiarta, biasa dipanggil sebagai Pak Mangku, dan bertempat tinggal di Denpasar, Bali.
Saya belum seratus persen meyakini kredibilitasnya. Khawatir ketemu pedagang yang biasa menjatuhkan harga barang, lalu menjual lagi barang itu dengan harga tinggi. Bukan end user.
Ia pun belum terlalu yakin tentang kesungguhan saya, sehingga meminta video tampilan beauty trim. Beuh, kagak percaya dia...!Â
Segera saya shoot dari berbagai sisi itu barang, lalu mengirimnya melalui WA. Tiada jawaban. Saya pun diam.
Esok hari, ketika matahari belum meninggi, Pak Mangku menelepon, setelah sebelumnya meminta izin. Awalnya, saling mengukur kredibilitas. Kemudian bersepakat tentang kondisi barang dan harga.
Beliau sedang merestorasi VW Beetle buatan tahun 1961. Ada beberapa parts dan aksesoris yang belum dimiliki. Dilanjut dengan pembicaraan tentang hobi VW.
Tanpa terasa pembicaraan berlangsung selama satu jam. Ya, betul! Satu jam.
Dalam waktu itu terjalin komunikasi hangat, akrab, dan dekat seperti dua teman yang lama tak bersua. Arkian, bahasan mengenai teknis transaksi kurang dari dua menit saja.
***
Ketika hendak menambatkan foto resi pada pesan WA, seusai pengiriman beauty trim rings melalui perusahaan ekspedisi, sebuah pesan masuk. Berisi foto bukti transfer melalui m-banking.
Pak Mangku memindahkan dana tanpa bertanya kapan barang dikirim. Saya mengantarkan barang ke perusahaan jasa kurir tanpa memeriksa apakah uang sudah masuk rekening saya atau belum.
Sirna sudah kekhawatiran yang selama ini mungkin muncul pada benak pembeli maupun penjual baru kenal, bahkan belum sekalipun bertemu muka.
Saling percaya tanpa syarat. Sama-sama merasa nyaman satu sama lain. Serasa sahabat lama.
Rupa-rupanya transaksi daring adalah sekadar perantara. Hubungan dagang telah melahirkan silaturahmi dari dua manusia yang sebelumnya tidak pernah saling mengenal.
Ternyata silaturahmi lebih penting dibanding transaksi perdagangan secara daring.
Sore ini, malam ini saya berniat merekam barang-barang lain yang sekiranya diperlukan oleh Pak Mangku. Bila berminat, barang akan segera dikirim.
Mengenai harga?
Kelak beliau cukup mengganti ongkos kirim. Kegembiraan sahabat sesama penggemar VW adalah harga sepadan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H