Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Bijak Menyikapi Pilihan Alih Profesi, dari Karyawan Jadi Pengusaha

15 Oktober 2021   06:59 Diperbarui: 16 Oktober 2021   18:09 1257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyikapi alih profesi dengan belajar ilmu sipil di Proyek Konstruksi Wisma Atlet, Kemayoran (dokumen pribadi)

Ternyata kontrak, atau Surat Perintah Kerja (SPK) konstruksi itu belum lengkap. Dokumen komplit mutlak dibutuhkan dalam proses pencairan dalam waktu singkat. Kalau tidak, uangnya bakal carried forward ke tahun depan (istilah para pemborong: luncuran). Keadaan itu disampaikan kepada pemberi amanat. 

Gustavo, sebutlah namanya demikian, meminta saya agar membantu dalam penagihan, dengan iming-iming proyek pembuatan WC di sebuah SD. Biaya berkenaan dengan proses tagihan diberikan oleh Gustavo.

Dengan berbagai cara dalam waktu super cepat saya mengumpulkan berkas RAB. Saya menghubungi teman insinyur, konsultan, dan banyak pihak yang mengerti pembuatan RAB.

Ternyata penyusunan Rencana Anggaran Belanja (RAB) itu merupakan hitungan rumit berkaitan dengan pembangunan fisik. Kemudian saya ketahui bernama resmi: Daftar Kuantitas dan Harga (DKH). Biasanya dikuasai oleh mereka yang berlatar belakang ilmu sipil, teoritis maupun praktis. Saya tidak. Ruwet kan?

Bagaimana menyikapinya?

Berpikir tenang, lalu berupaya mengumpulkan berkas serupa. Diketahui, Proyek Rehabilitasi Ruang Kelas berjumlah beberapa. Rancangan, spesifikasi, dan hitungan mestinya sama. Hanya sedikit berbeda di nilai proyek.

Saya menyalin-tempel RAB itu dan lampirannya, bahkan beberapa lembar difotokopi dengan mengganti logo perusahaan dan tanda tangan Direktur. Jadilah RAB atau DKH.

Mirip, tapi bila diteliti akan banyak detail keliru. Yang penting, "muka" atau lembar awal sesuai dengan nilai kontrak. Akhirnya dokumen tersebut diterima sebagai kelengkapan pencairan.

Bagaimana dengan biaya penagihan diberikan?

Gustavo berasumsi bahwa besaran biaya penagihan tidak melebihi dua persen dari nilai kontrak, atau setara dengan Rp2 juta rupiah. Pada praktiknya, saya menghabiskan Rp5 juta dalam prosesnya.

Kelebihan tersebut disebabkan, antara lain, oleh:

  • Commitment fee senilai 2,5 juta;
  • Uang rokok (dianggap lumrah dalam birokrasi) di setiap meja untuk tanda tangan dan minta pemeriksaan berkas;
  • Amplopan untuk wartawan atas arahan Gustavo. Pada proyek-proyek pemerintah lumrah jurnalis abal-abal seperti itu merubung, terutama saat penagihan.
  • Dalam perjalanan, kadang Gustavo minta dibelikan pulsa atau rokok dengan tidak mengganti biaya pembelian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun