Kendati merupakan tempat penjualan hidangan matang, restoran bukan sekadar lapak untuk menyudahi rasa haus dan lapar. Domain itu dipandang sebagai sarana pemulihan kekuatan atau energi segar bagi tubuh dan mental.
To refresh. To restore.
Bab pendahuluan sebuah buku tentang pengelolaan restoran --yang tidak dikembalikan oleh si peminjam---menegaskan amatan tersebut.
Di dalam rumah makan, kafe, kantin, warteg, kedai kopi, bar, hingga penjaja kaki lima tersaji berbagai unsur pencetus dalam benak seorang konsumen ketika menentukan pilihan.
Sehingga di dalam pengelolaan usaha penyediaan makanan minuman (bisnis kuliner) terdapat unsur-unsur pembentuk keberhasilan usaha kuliner yang kait-mengait, semisal:
- Strategi tempat (lokasi, ukuran, arsitektur).
- Suasana (interior, kebersihan, pencahayaan, tata letak furnitur, musik).
- Produk ditawarkan (tampilan, aroma, rasa).
- Faktor pembeda (make a difference).
- Pelayanan, baik secara dine-in maupun take-away
- Perhubungan (relationship) dengan pengunjung beserta cara-cara memperlakukannya.
- Promosi (menggunakan media tertentu atau berita dari mulut ke mulut).
- Reputasi, sebagai resultan berbagai citra yang dikonstruksi dari unsur-unsur di atas.
Komponen itu mustahil berdiri sendiri. Lebih dari satu unsur akan saling berhubungan. Permisalan operasionalisasi komponen-komponen tersebut adalah:
Seorang calon pembeli berhenti karena melihat warung makan pada saat perutnya minta diisi. Aroma masakan mengundangnya masuk.
Ia duduk, lalu menebarkan pandangan pada hidangan tersaji. Bayam berkuah kehitaman karena kelamaan. Tempe gosong. Ruang pajangan kosong.
Ketika hendak mengangkat kakinya, wanita muda pemilik warung tersenyum lembut.
"Selamat siang. Mas-nya mau makan? Tinggal ini saja. Kesiangan sih! Masakan sore belum matang. Mau diceplokin telur atau dadar?"