Nasi digunakan merupakan beras lokal jenis panjang (long grain), atau biasa dikenal sebagai beras pera.
Bumbu halus ditumis, terdiri dari: bawang putih-merah, jahe, ketumbar, merica. Lalu dicampur dengan beras. Kemudian ditambahkan kayu manis, cengkeh, kapulaga, pala, serai geprek. Masukkan margarin.
Bahan tambahan berupa kismis, bawang goreng, acar (sebagian orang menggunakan asinan), kerupuk, dan sambal.
Makanya, aroma rempah cukup kuat tercium dari kepulan asap nasi kebuli masih hangat. Tapi sama sekali tidak terhirup bau khas masakan kambing. Ya iyalah, dari daging sapi!
Karena ia tidak menggunakan bahan susu dan daging kambing, juga minyak samin, maka hidangan warga keturunan Arab itu dijual dengan harga terjangkau.
Sepuluh ribu rupiah seporsi, untuk nasi kebuli saja. Telur dadar dihargai Rp2 ribu. Balado telur, Rp3 ribu. Sate bakso pedas, Rp2 ribu per tusuk. Rolade, saya lupa nanya harganya. Hehehehe.
Rasanya?
Aroma rempah membuat perut bergejolak, ingin segera menyantapnya. Tidak tampak berminyak, teksturnya mirip nasi goreng. Nasi berwarna kecokelatan itu lepas-lepas. Ngeprul!
Suapan pertama, lidah mencecap hangatnya campuran bumbu-bumbu khas Timur Tengah. Gurihnya menyebabkan mulut tidak berhenti mengunyah. Mulut rajin bergerak, mata merem melek meresapi kenikmatan dunia. Amboi!
Saya baru tersadar manakala tinggal butir-butir terakhir. Yah, habis dah nasi berempah itu. Sepertinya, besok harus beli lagi.
Ternyata enak lho, nasi kebuli untuk menu santapan pagi alias sarapan.