Alangkah senangnya ketika pertama kali menerima gaji. Diejawantahkan berupa acara berbagi kegembiraan bersama orang tua, saudara-saudara, kerabat, dan sahabat. Diikuti oleh belanja-belanja lainnya demi merayakan kebahagiaan.
Belum tiba pada ujung bulan, terpaksa menelepon orang tua. Dompet sudah tipis, padahal saya belum membayar uang kos.
Bulan berikutnya, ada promosi sound system. Akhirnya tangan tidak dapat dibendung untuk merogoh kocek lebih dalam. Sekali lagi, orang tua menjadi tumpuan harapan.
Alokasi gaji bulanan menjadi berantakan. Berkali-kali. Dari itu saya berusaha keras belajar mengelola keuangan bulanan.
Saya pun belajar mengatur pendapatan bulanan secara bijak, sebagaimana halnya diterangkan dalam cara-cara mengelola keuangan masa kini, yakni:
- Membuat Anggaran Bulanan. Merupakan alokasi kebutuhan primer, sekunder, sampai tersier
- Dahulukan Membayar Tagihan. Waktu itu, kewajiban saya hanya untuk membayar tagihan satu kartu kredit dan sewa kamar kos.
- Menyisihkan Dana untuk Tabungan. Bukan dari sisa gaji, tapi pada awal penerimaan.
- Menyusun Transaksi Keuangan Harian.
- Membuat Lebih dari Satu Rekening Bank. Satu untuk belanja, lainnya untuk celengan.
- Bijak Menggunakan Kartu kredit. Saya cenderung menahan diri dalam penggunaan kartu kredit.
- Berinvestasi yang secured. Awal bekerja, saya tidak berinvestasi, salah satu sebab adalah belum beragamnya instrumen investasi di pasar uang.
- Mengevaluasi antara Rencana Anggaran dengan Realisasi Pengeluaran. Penting dilakukan agar kita segera melakukan revisi terhadap anggaran maupun perilaku belanja, jika terjadi deviasi.
(Selengkapnya tentang cara-cara di atas dapat dibaca di sini).
Dengan cara itu, saya mampu mengendalikan keuangan bulanan dengan tertib, untuk sekian tahun.
Berbeda keadaan setelah saya lebih mapan. Pengelolaan keuangan bulanan jauh lebih tertib.Â
Namun hal itu tidak menjamin sepenuhnya. Sesekali saya "kejeblos pada lubang yang sama" juga. Keteteran dalam mengatur uang bulanan.
Satu ketika saya merasa girang, melihat BMW E30 kinclong berdiri gagah di atas empat roda membalut velg Alpina. Nafsuin! Keuntungan proyek ditambah celengan dipakai untuk menebus sedan berwarna beige itu.
Padahal untuk sarana mobilitas sudah ada jip Jepang. Tahun lama, tapi dapat diandalkan.
Pada kesempatan lain, demi memutus pembicaraan panjang lebar sepasang suami istri, dengan amarah tertahan saya membeli barang ditawarkan. Sekaligus menjadi member sebuah sistem pemasaran berjenjang produk luar negeri.Â
Sekali lagi, pengaturan uang bulanan berantakan.
Sebetulnya ada beberapa kasus di mana pengelolaan keuangan bulanan terganggu akibat kesenangan, kegembiraan, bahkan kemarahan sesaat yang berlebihan.
Kondisi psikologis pada saat-saat itu menentukan cara saya berpikir dan berperilaku dalam mengeluarkan uang. Emosi memengaruhi pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan berhubungan dengan pembelanjaan.
Berkaitan dengan perilaku ini, seorang psikolog menyebutkan ada enam emosi mendasar dalam diri seseorang:
- Emosi Bahagia
- Emosi Sedih
- Emosi Takut
- Emosi Jijik
- Emosi Marah
- Emosi Terkejut
(Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca di sini).
Dari gambaran di atas, ternyata emosi berlebihan berpengaruh terhadap cara berpikir dan pengambilan keputusan saya dalam mengeluarkan uang.
Jadi, belajar dari pengalaman tersebut, jangan ambil keputusan keuangan pada saat Anda sedang berada pada emosi berlebih, apakah itu berupa kegembiraan (bahagia), kesedihan, apalagi kemarahan.
Itu dapat mengganggu rencana keuangan yang telah disusun. Kemudian mengakibatkan cara kelola uang bulanan menjadi berantakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H