Tiadanya informasi mengenai perkembangan pekerjaan, mencetuskan berbagai tanya dalam benak pemesan. Tingkat kepercayaan konsumen kepada sebuah usaha jasa pun menjadi anjlok.
Padahal, sebelum tercapai kata sepakat, pelaku usaha tersebut mengejar-ngejar klien agar segera menyepakati terjadinya transaksi. Dalihnya, harga bahan utama akan naik.
***
Satu ketika saya memerlukan jasa bengkel las, dalam rangka penggantian gerbang rumah, dari pintu sistem kupu-kupu menjadi model dorong. Lagi pula, keberadaannya sudah usang, keropos sana-sini.
Berdasarkan referensi seorang teman baik, saya menghubungi sebuah usaha pembuatan pagar. Terinformasi, harga jasanya cukup bersaing dengan kualitas baik.
Kemudian pemilik bengkel las segera datang, membahas rencana saya, melakukan survei singkat, dan pengukuran.Â
Anak muda itu membuat sketsa kasar dan dimensi gerbang yang akan dibuat, berikut harga penawaran.
Menanggapi harga itu, saya harus berunding dengan keluarga, siapa tahu bisa dicari pembandingnya.Â
Saya terbiasa mencari sedikitnya 3 pembanding, sebelum menentukan supplier. Kebiasaan itu tumbuh ketika masih bekerja di proyek.
Pada kesempatan pertama esok hari, anak muda tersebut menghubungi, mendesak saya agar segera memberinya uang muka sebanyak 50%.
Dengan percaya diri, merasa bahwa saya akan menggunakan jasanya, ia akan membuat Purchase Order (PO) ke pemasok besi. Alasan yang dikemukakan, kenaikan harga besi dalam waktu dekat ini telah menjelang.
Bangkit rasa tidak nyaman di dalam diri saya dan menerangkan, sambil menahan emosi, bahwa keputusan "ya dan tidak" akan disampaikan besok pagi.
Tanpa mencari pembanding, pada hari berikutnya saya memutuskan untuk menggunakan jasanya. Keputusan itu juga karena mereken rekomendasi kawan baik saya.
Hari itu juga saya kirimkan dana sebesar tanda jadi, setengah dari keseluruhan biaya jasa. Janji yang diucapkan pada saat penawaran, pembuatan gerbang memakan waktu satu minggu terhitung sejak uang muka diterima.
Setelah itu tidak ada kabar berita. Tidak ada gambar rancangan dan spesifikasi disertakan. Gelap. Bak membeli kucing dalam karung.
Hampir seminggu, hati gelisah. Kemudian saya mengirim pesan ke kawan baik pemberi rekomendasi, menyampaikan bahwa saya jadi menggunakan jasa temannya. Sekaligus komplain karena tidak ada komunikasi lebih lanjut dengan pemilik bengkel las itu.
Hari berikutnya, saya menanyakan perkembangan pekerjaan kepada pemilik usaha melalui pesan WA. Juga meminta foto-foto perakitan gerbang.
Balasannya singkat, tidak mencerminkan jawaban yang saya kehendaki. Tidak ada foto sepotong pun.
Pada saat itu, tingkat kepercayaan saya terhadap pemilik usaha bengkel las itu meluncur deras ke titik terendah. Hati sudah bulat untuk tidak akan menggunakan jasanya lagi atau merekomendasikannya kepada orang lain.
Janji penyelesaian pekerjaan gerbang dalam waktu dua pekan, mulur menjadi dua minggu.
Bengkel las itu bukan usaha baru berdiri kemarin sore. Bengkel las itu adalah sumber penghasilan utama bagi pemilik usaha.Â
Seharusnya bengkel berpengalaman itu bertindak profesional. Akan tetapi, mengapa kepercayaan saya kepadanya surut?
Dalam bisnis, kepercayaan merupakan hal mutlak. Kepercayaan adalah perkara tidak kasat mata, juga tidak mudah dipahami begitu saja. Oleh karenanya, ia harus dibangun dari:
Pertama, Kemampuan Berkomunikasi
Pemilik bengkel las tidak menyampaikan gambar detail, spesifikasi, dan kemajuan pekerjaan, di mana dengan itu klien bisa mengoreksi pekerjaan sesuai keinginan, sesuai dengan kerangka harga disepakati.
Kedua, Berkomitmen
Pada awal mengejar orderan, pemilik bengkel las menyatakan, gerbang akan dipasang satu minggu setelah uang muka diterima. Ternyata komitmen tersebut meleset, empat belas hari gerbang baru dipasang.
Tiada penjelasan memuaskan mengenai penyebab melarnya waktu penyelesaian. Hanya mengeluhkan melesatnya harga besi.Â
Sementara informasi dari pihak lain menyatakan, tiada kenaikan dan kelangkaan besi di pasaran.
Ketiga, Kecakapan (competence)
Hal-hal di atas membuat klien meragukan kemampuan pemilik bengkel las dalam mengerjakan gerbang secara efisien dan memuaskan. Seketika rencana berikut, berupa penggantian pagar, enggan saya sampaikan kepadanya.
Menurut hemat saya, tiga komponen di atas berpengaruh terhadap kepercayaan dalam bisnis. Kemudian, hal tersebut saya sampaikan kepada kawan baik yang merekomendasikan bengkel las itu.
Tiga hal di atas tidak hanya berlaku bagi pengusaha bengkel las itu saja, tetapi untuk pebisnis lainnya.
Dengan demikian, dalam rangka membangun kepercayaan klien, penting bagi pemilik bisnis untuk memerhatikan:
- Komunikasi yang baik.Â
- Komitmen sesuai yang disampaikan.
- Menunjukkan kecakapan di bidangnya.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H