Jauh sebelum pandemi, seorang kompanyon di kegiatan pemborongan mengalami kebangkrutan dalam bisnis waralaba, setelah setahun berjalan.
Hak-hak menjual jasa dan produk yang telah dibelinya dengan mahal, tidak serta-merta menjamin keuntungan memadai. Sebagai franchisee (pembeli sistem bisnis waralaba), ia tidak mampu membayar biaya perpanjangan sewa lahan.
Sistem yang dibelinya adalah penjualan pecel lele dan ayam goreng di kaki lima. Menurut pengakuan, kawan itu mengeluarkan modal sekitar tujuh puluh juta, dengan perincian sebagai berikut:
- Biaya sewa lahan selama setahun. Lahan dipilih setelah mendapat rekomendasi dari franchisor (pemilik/penyedia franchise).
- Sistem bisnis waralaba, yaitu sistem distribusi barang/jasa kepada konsumen. Pewaralaba (franchisor) memberikan hak penggunaan merek, sistem, prosedur, juga dukungan bahan, peralatan, pemasokan tenaga kerja terampil (juru masak, server), dan promosi dalam jangka waktu tertentu di area tertentu.
Dengan asumsi biaya sewa sebesar 10 juta rupiah (tahun 2014), diperkirakan biaya franchise adalah sekitar 60 juta rupiah
Jadi, franchisee tinggal duduk manis. Mengawasi kegiatan usaha dan mengelola uang keluar masuk. Senyum mengembang dari kawan itu, menyambut rombongan teman yang baru datang.
Pada bulan-bulan awal, setiap malam pengunjung memenuhi meja makan. Tamu silih berganti bertandang.
Suami istri pembeli sistem waralaba itu mengundang keluarga, kerabat, teman-teman, dan kenalan untuk berbelanja makanan minuman di warung tendanya.
Bulan-bulan berikutnya, warung tenda di pinggir jalan protokol itu mulai sepi pengunjung. Support berupa promosi dan dukungan bahan tersendat. Bahkan, gaji karyawan juga mampat.
Setahun beroperasi, warung tenda tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran perpanjangan sewa lahan. Pewaralaba sulit dihubungi dan lama-lama lenyap.
Warung tenda kaki lima dengan sistem bisnis waralaba itu bubar.
Kok bisa?Â
Padahal dalam kegiatan usaha tersebut didukung oleh sistem yang telah disepakati.
Ada beberapa dugaan penyebab gagalnya warung pecel lele dan ayam goreng itu dalam melanjutkan usahanya.
Pertama, reputasi pemilik bisnis waralaba diragukan. Selama itu, tidak diketahui persis mengenai performa usaha yang menggunakan merek warung tenda tersebut.
Kedua, kurangnya pemahaman dan passion dari franchisee dalam usaha kuliner, terutama dalam penjualan pecel lele dan ayam goreng.
Ketiga, menyurutnya dukungan dari pewaralaba, sehingga kawan saya terseok-seok dalam pemenuhan bahan.
Keempat, persaingan usaha sejenis. Terdapat usaha pecel lele dan ayam goreng di sekitar, masing-masing menawarkan keistimewaan produk.
Baca juga:Â Pentingnya "Make a Difference" dalam Bisnis Kuliner
Faktor-faktor di atas adalah semata dugaan saya. Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia, Tri Raharjo, memberikan kiat bagi pemula yang ingin berbisnis waralaba:
- Peluang, semisal kebutuhan masyarakat sekitar atau pasar tersedia dan tingkat persaingan usaha sejenis
- Sesuaikan pilihan usaha dengan minat (passion).
- Pelajari prospektus penawaran, analisis investasi, proyeksi penjualan dan besaran keuntungan.
- Buat perkiraan potensi keberhasilan, dengan melakukan survei ke lokasi: berapa banyak usaha waralaba itu yang masih berjalan dan sudah tutup.
Selain itu, disarankan juga untuk melakukan langkah-langkah untuk menguatkan pertimbangan, sebagai berikut:
- Pilih lokasi yang tepat bagi jenis usaha dipilih.
- Memilih dengan cermat tawaran brand bisnis waralaba, dengan mendata lima besar pemain bisnis tersebut.
- Sepakati dukungan yang diberikan dan sistem manajemen ditawarkan.
- Lakukan perbandingan di antara bisnis waralaba serupa.
- Ambil risiko usaha yang manageable.
- Diskusikan pilihan tersebut dengan keluarga.
Bisnis waralaba adalah pilihan menarik.Â
Hanya dengan modal dan lokasi usaha sesuai, kegiatan usaha sudah dapat dijalankan. Sistem pengelolaan, bahan, peralatan, kualifikasi tenaga kerja bersumber dari pewaralaba. Tidak perlu trial and error.
Namun demikian, bagi yang hendak memulai bisnis waralaba, ada baiknya mempertimbangkan langkah-langkah yang telah disampaikan di atas.Â
Langkah-langkah tersebut penting dilakukan agar kegagalan usaha --seperti dialami oleh kawan saya-- tidak menimpa Anda, calon pembeli bisnis waralaba.
Terakhir, hal paling penting yang harus dilakukan dalam setiap usaha adalah: berniat menekuni usaha tersebut dan senantiasa berdoa.
Rujukan: 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H