Selanjutnya, pria berkumis tebal itu menyendok penganan ber-jelly itu tipis-tipis dan menatanya ke dalam mangkuk yang sudah diberi pecahan es. Kemudian, berturut-turut dimasukkannya pacar cina, biji salak (terbuat dari ubi jalar), cairan gula merah, dan santan.
Satu mangkuk luber berisi Es Loder siap disantap.
Para pembeli silih berganti membeli Es Loder, baik dimakan di tempat ataupun yang dibungkus. Sepertinya si Mamang sudah punya langganan. Bisa juga karena produk dipunyai termasuk jarang ditemui di wilayah Kota Bogor.
Menurutnya, nama loder diambil dari puding kenyal berwarna hijau, terbuat dari tepung kacang hijau (hunkue). Isian lainnya yang membentuk es loder adalah: pacar cina, biji salak, santan, gula merah, dan es.
Rasanya sedikit gurih, berasal dari santan. Manis dari gula merah cair. Kenyal dari hunkue, biji salak, dan pacar cina. Gabungan semuanya menciptakan rasa segar. Hunkue dan biji salak juga memberikan efek mengenyangkan.
Pantas saja pembeli es loder banyak. Dalam sehari, pria berasal dari Malangbong, Garut, itu mampu menjual sekitar 100 porsi, baik untuk dimakan di tempat maupun dibungkus.
Mang Adang konsisten berdagang es loder sejak dua puluh tahun lalu. Baru dua tahun pria berbahasa santun itu mangkal di sudut tempat parkir sebuah Masjid Jami.
Semangkuk Es Loder dapat ditebus dengan harga lima ribu rupiah. Minuman menyegarkan untuk diseruput pada panasnya musim kemarau, yang juga menghasilkan rasa kenyang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H