Tergopoh-gopoh, seorang lelaki meratap kepada sesepuh, "saya mau mengundurkan diri. Takut!"
Wajah Ketua Dewan Kemakmuran Masjid itu berkerut.
"Saya takut. Pohon beringin itu memang angker. Ada makhluk penunggu yang kerap mengganggu."
Benar kata pegawai sebelumnya, ada lelembut di tempat ini. Belum seminggu Kasto bertugas menggantikannya, sudah terusik oleh makhluk pengganggu.
Masjid milik warga itu berdiri di sisi paling dekat dengan hutan. Di pinggir hutan.
Dalih romantis warga perumahan terhimpit dalam rapatnya hunian-hunian sempit, mereka merindukan hawa segar, aliran udara sejuk, dan iklim menyehatkan.
Wilayah tepi hamparan lahan itu didominasi pohon-pohon lebih tinggi dari lima meter, di antara rimbunnya tanaman perdu. Menghadirkan iklim mikro bersuasana rahayu bagi lingkungan sekitar.
Vegetasi tersebut merupakan sebuah sub-ekosistem penyedia hiburan, berupa kicau burung-burung, hewan-hewan liar yang bukan binatang buas, dan kesejukan. Termasuk sumber air dari bawah pohon beringin.
Sumber tidak pernah kering dan beringin besar sebagai pelindung juga paling rimbun, menjadi alasan terkuat pendirian bangunan rumah ibadah di dekatnya.
Kelanggengan senyawa terpenting bagi makhluk bumi itu bukan berarti untuk diboroskan. Pengurus dan jemaat masjid harus senantiasa menggunakan air seperlunya.