Selain cabai, garam, gula merah, dan air (kemungkinan perasan jeruk nipis ditambah air matang), ia menambahkan kentang rebus digoreng ke dalam ulekan bumbu kacang.
Make a difference! Ibu dari 7 orang anak itu membuat bumbu doclang menjadi berbeda dengan penjual doclang lainnya. Demikian pula dengan bumbu pecelnya. Terasa lebih lembut dan gurih. Mengingatkan saya pada bumbu doclang ulek atau pecel pada tahun 1980-an.
Baca juga:Â Pentingnya "Make a Difference" dalam Bisnis Kuliner
Bukan keunggulan itu yang akan dibahas, tetapi tentang daya tahan nenek bercucu 17 dalam menjalankan usaha mikronya, apalagi di masa pandemi sekarang ini.
Berapa lama Ibu Aisyah menjalankan usaha penjualan Nasi Kuning, Lontong Sayur, Ketoprak, dan Pecel?
Menurut penuturan, Ibu Aisyah sudah berjualan sejak masih gadis. Diperkirakan saat menikah ia berusia sekitar 20 tahun atau bahkan kurang.
Dengan demikian, Ibu Aisyah telah berdagang sekurang-kurangnya selama 40 tahun. Dengan produk sama. Dengan komposisi dan cara-cara mengolah yang serupa.
Ketaatasasan (konsistensi) itulah yang membuatnya bertahan berjualan produk yang sama selama lebih dari empat dekade.Â
Konon, menurut penuturan pelaku usaha berpengalaman, sebuah bisnis mencapai titik kemapanan setelah 15 tahun. Ia sudah ajek. Tidak gampang goyah.
Para pakar kewirausahaan dan tokoh lembaga keuangan banyak menuliskan resep agar usaha mampu bertahan lama. Umpamanya:
- Menjaga kualitas produk.
- Dipercaya oleh pembeli.
- Memiliki pelanggan setia.
- Punya ciri khas.
- Berinovasi dan kreatif.
- Meng-upgrade diri mengikuti perkembangan zaman.
- Menjaga cashflow agar tetap sehat.
- Memahami perubahan perilaku konsumen.
- Meninjau ulang customer profile. Menyesuaikan customer relationship strategy.
- Merencanakan ulang pendapatan dan memangkas biaya.
- Meningkatkan efisiensi.
- Dan seterusnya (selanjutnya dapat dibaca di kompas.com).
Disadari atau tidak, barangkali Ibu Aisyah menjalankan sebagian dari ikhtiar-ikhtiar di atas.