"Hati-hati terhadap Pak H dan Pak B!"
Kening saya berkerut, "Manajer Operasi dan Executive Chef itu? Kenapa?"
"Pokoknya ikuti saja kemauan mereka."
Demikian pesan Manajer Keuangan lama kepada saya menjelang serah terima jabatan.
Manajer lama itu, sebutlah namanya Fulan, mengakhiri tugas sebagai penanggung jawab pengelolaan keuangan perusahaan.
Bukan pindah perusahaan atau berkarier di bidang usaha lain, tetapi mengundurkan diri karena merasa tidak nyaman di perusahaan existing. Menurutnya, selain tekanan teknis, ia mengalami tekanan dari para senior, Pak H dan Pak B. Banyak terjadi kontradiksi yang akan panjang apabila dikisahkan.
Satu misal, mereka bertahan kepada cara-cara lama yang mulai tidak kompatibel dengan perkembangan zaman. Mereka menafikan inisiatif-inisiatif penyesuaian perilaku usaha kepada tren terkini. Mereka menolak perubahan, dengan melanggengkan status quo. Terlalu memuja kebanggaan atas ingatan-ingatan usang.
Memang pada masa awal-awal berdirinya, perusahaan kuliner sekaligus entertainment itu mendulang omzet penjualan sangat bagus. Kondisi persaingan usaha sejenis belum ketat.Â
Produk ditawarkan juga merupakan barang baru dengan posisi kuat di pasar sasaran. Pasar dan kemudian pelanggan tetap dapat diraih dengan mudah, tanpa upaya keras.
Pada saat itu, struktur organisasinya pun masih sederhana. Namun kondisi terakhir mensyaratkan perluasan fungsi manajerial, seperti penambahan bagian khusus pengelolaan keuangan dan fungsi pemasaran.
Maka perusahaan dikelola oleh lima manajer (Chef, Operasional, HRD, Marketing, dan Keuangan) membawahi bidang-bidang ter-spesialisasi, bertanggung jawab kepada Direksi dan berkedudukan setara. Begitu seharusnya.
Kenyataannya, manajer Operasional dan Chef demikian berkuasa. Nyaris semua kebijakan pengelolaan perusahaan bertumpu kepada titah mereka. Ingatan tentang keberhasilan usaha tercermin di dalam narasi mereka. Adaptasi yang menghendaki perubahan-perubahan senantiasa disangkal. Mereka cenderung mempertahankan kondisi status quo.
Lingkungan kerja yang semestinya terjalin koordinasi, secara de facto menunjukkan hierarki kerja sub-ordinasi. Dua manajer senior seolah membawahi tiga manajer lainnya.
Pak H dan Pak B memang manajer senior, menempati posisinya pada kesempatan paling pertama. Mereka turut dalam pendirian Kafe. Pengalaman dan pengetahuan di bidang kuliner sudah matang di perusahaan Food & Beverage (F&B) terkemuka sebelumnya.
Artinya, menurut ukuran lamanya waktu pengabdian di perusahaan, ditambah pengalaman dan pengetahuan di bidang kuliner mereka layak dianggap senior.
Senioritas yang menguntungkan bagi perusahaan dengan (awalnya) mengoptimalkan dedikasi, pengalaman, dan pengetahuan tersebut.
Di balik itu, perkembangan pasar yang demikian pesat penuh persaingan membutuhkan sikap adaptif. Perusahaan seyogianya tidak mempertahankan cara-cara lama, tetapi melahirkan invensi baru menghadapi situasi baru. Saya kira, adaptasi itu dilakukan terus menerus secara ajek, agar perusahaan mampu berkembang.
Dalam hal itu, senioritas cenderung menghambat perubahan-perubahan. Ia lebih suka memperagakan status quo. Melembagakan posisi mereka menjadi kekuasaan tidak terbantahkan. Kabut otoriter masih melayang, menghantui para pegawai perusahaan.
Namun saya mengabaikan kendala dari senioritas, lebih fokus kepada cara-cara baru untuk menjaga likuiditas, pengelolaan lebih pruden, dan menyiasati penjualan yang terus menerus turun.
Banyak perubahan dilakukan. Pada waktunya ia menggerogoti kondisi otoriter --juga status quo-- dari dua senior tersebut. Perubahan yang sesungguhnya ditentang keras oleh para senior.
Kisah selengkapnya dapat dibaca di:Â Jangan Kalah Gertak, Jika Berada di Lingkungan Kerja Toksik
Demi membangun suasana perusahaan ke arah manajemen lebih maju, saya (didukung oleh sebagian besar karyawan) melawan senioritas yang tidak kondusif bagi perkembangan perusahaan. Teamwork itulah yang akhirnya menumbangkan kondisi status quo, sebelum terlanjur mengakar.Â
Pada akhirnya para senior, Pak H dan Pak B, mengakui pencapaian yang diperoleh dari perubahan-perubahan.
Perjuangan itu hanya menumbangkan status quo yang cenderung otoriter dengan meruntuhkan senioritas negatif, tetapi sama sekali tidak merontokkan nilai-nilai senioritas yang kondusif.
Jadi yang dilawan adalah senioritas bersifat menghambat perkembangan usaha atau dunia kerja, bukan mengikis senioritas kondusif yang menawarkan: dedikasi, pengalaman, dan pengetahuan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H