Kebun di rumah adalah halaman di mana berbagai tanaman tumbuh, berkompetisi meraih radiasi matahari. Mereka tumbuh kembang sekehendak hati menyesaki halaman.
Pohon kedondong tinggi melebihi tiang listrik. Tanaman buah kepel sebagai penanda wilayah pada Google Map tumbuh subur menjulang. Pohon jambu merah menyela di antaranya. Lainnya adalah pohon sawo, asem, jeruk, mangga meranggas, dan pepaya.
Belum lagi jika dihitung pohon yang sudah tamat riwayat karena dimakan rayap, seperti duren yang belum pernah berbuah, cengkeh, dan rambutan.
Tak lupa, di halaman juga ditanam tanaman rempah dan obat, seperti lengkuas, jahe, kunyit, temukunci, temulawak, simbukan, serai, kumis kucing, cincau, telang. Juga tumbuhan lain: melati dan sedikit tanaman hias, cincau, nanas, cabai, singkong, ubi jalar, labu kuning.
Tumbuhan-tumbuhan tersebut ada yang sengaja ditanam, juga yang tidak sengaja tumbuh.
- Dari tanaman muda atau bibit hasil beli: kepel, kedondong, sawo, dan lainnya.
- Hasil stek atau dari tunas: singkong, nanas, bunga-bunga, dan seterusnya.
- Dari biji-bijian setelah dimakan dagingnya: pepaya, cabai, labu kuning
- Tumbuh sak karepe dhewe, seperti jambu yang barangkali berasal dari biji yang terbawa burung.
Tiada penataan khusus. Tiada pilihan ragam tanaman berdasarkan tren. Tiada pemupukan kimiawi. Tidak ada perawatan rumit, selain dari pemangkasan agar terlihat rapi.
Kesuburan tanah, kecukupan curah hujan dan sinar matahari untuk fotosintesis membuat para tanaman bersemangat dalam kompetisi.Â
Upaya ringan yang dilakukan adalah memberi mereka nutrisi sehat bukan berasal dari olahan pabrikan.
Seperti apa dan bagaimana caranya?
Kendati kerap disepelekan, hal sederhana dengan sedikit usaha adalah memilah sampah rumah tangga. Memisahkan antara buangan organik dengan non-organik.
Tempat sampah organik berisi: kulit telur, sisik ikan, tulang ayam, hasil kupasan bahan pangan, daun pembungkus, serta bahan-bahan alam lainnya. Sedangkan tempat sampah non-organik berisi: kertas takterpakai, botol air mineral, plastik, dan lain-lain.
Membuat Lubang
Di antara tanaman, buat lubang. Kecil saja. Ukurannya pun bebas. Biasanya saya buat berukuran (PxLxT) 30x30x10 sentimeter kubik. Jumlahnya juga bebas.
Lubang tanah dapat diperbanyak dengan ukuran lebih besar untuk menampung sampah daun dan ranting bekas pemangkasan.
Memasukkan Sampah Organik
Ke dalam lubang, masukkan sampah organik. Sementara itu, sampah non-organik dibuang ke tempat penampungan yang tersedia.
Tutup dengan Tanah
Setelah dirasa penuh, timbun lubang dengan tanah. Biarkan ia mengalami proses pembusukan, pelapukan, dan diolah oleh organisme dalam tanah, sehingga menjadi humus.
Tanah berunsur hara penyubur inilah yang menjadi pupuk bernutrisi bagi tanaman. Juga bisa digunakan sebagai media tanam.
Manfaat Humus
Disarikan dari rimba.com, tanah humus merupakan unsur penting bagi pertanian dan perkebunan.
- Menjaga kesuburan dan ketahanan tanah.
- Sumber nutrisi penting bagi tanaman.
- Berperan penting dalam pembentukan struktur tanah, mengingat daya serapnya yang tinggi.
- Mengikat bahan kimia toksik dalam tanah dan air.
- Mengandung unsur hara magnesium, kalium, dan kalsium.
- Tanah humus meliputi mikroorganisme penyubur tanah.
- Meningkatkan kandungan air tanah.
- Mencegah erosi dan meningkatkan aerasi (proses penambahan udara/oksigen) tanah
- Menyediakan ruang bagi pertumbuhan akar.
- Bahan pengganti pupuk buatan.
Kesimpulan
Jadi, membuat humus dari sampah organik adalah kegiatan mudah yang nihil biaya alias gratis. Paling banter butuh kopi dan pecel. Eh...
Humus buatan sendiri adalah pupuk alami penyubur tanaman dan juga merupakan media tanam gratis. Tidak perlu membeli pupuk buatan, karena dalam jangka panjang, barangkali, bahan kimianya dapat merusak struktur tanah.
Ia pun bisa dilakukan di antara kegiatan merawat kebun di rumah. Kunci paling utama adalah mau memilah sampah rumah tangga. Pemilahan tersebut juga akan meringankan kerja petugas pengambil sampah dan para pemulung.
Tidak perlu usaha berat, cukup hanya dengan menurunkan ego dan menaikkan empati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H