Tiada kerabat. Tiada sahabat. Tiada pintu keluar. Gelap. Benak berputar. Dari mana lagi mendapatkan uang gampang dengan tempo pengembalian panjang? Sementara ia sebatang kara di wilayah ini.
Bila dalam dua hari biaya langganan tidak dilunasi, maka provider akan memutus sambungan internet. Padahal pendapatan utama gerai bersumber dari penjualan waktu koneksi kepada pelanggan untuk berselancar di dunia maya.
***
Apakah merupakan suatu keberuntungan atau bukan, mendadak Otis memperoleh tempat usaha berdasarkan selembar surat wasiat. Sahabat terbaiknya wafat, meninggalkan testamen di notaris yang menyatakan: setelah berpulang, Â seluruh harta benda miliknya dibagi-bagikan kepada sahabat-sahabatnya.
Dalam hal keluarga pun kerabat, almarhum adalah sendiri. Dalam hal pertemanan, ia memiliki sahabat-sahabat. Oleh karena itu, rumah, kendaraan, perabotan, dan harta benda jatuh kepada sahabat-sahabatnya.
Segala hal mengenai tata cara peralihan, berikut biaya-biaya yang timbul akibat balik nama harta telah diatur dengan cermat. Juga disebutkan, kewajiban daripada sahabat-sahabat penerima aset tersebut adalah memeliharanya. Tidak untuk diperjualbelikan kembali. Perincian telah ditulis secara saksama tanpa kurang suatu apa. Para sahabat-sahabat hanya perlu menandatangani berkas, untuk kemudian menerima surat kepemilikan dan sejumlah uang dari almarhum.
Pria itu beruntung, menerima properti berupa sebuah usaha warnet)* masih berjalan, namun berada di tempat paling jauh di antara lokasi harta benda lainnya. Barangkali almarhum mengerti keadaan Otis yang melajang dengan pekerjaan serabutan.
Berbekal ransel besar, dokumen kepemilikan, kunci-kunci, dan uang warisan, selanjutnya Otis menaiki bus malam menuju Seminyak, Bali. Setelah sehari semalam perjalanan, akhirnya Otis bisa memandang warisan dari sahabatnya. Ketika rolling door ruko berlantai dua itu diangkat, tampak kaca gelap di mana pada permukaannya menempel deretan huruf berwarna putih:
INTERNET SHOP (Warung Internet)
Connection for your private and business purposes.
Open daily from 08.00 AM - 10.00 PM.
Kaca berlapis film itu demikian berdebu. Tentunya di dalamnya disesaki udara pengap dan sarang laba-laba. Untuk hari ini, Otis hendak melunasi tempo istirahat. Esok hari ia akan membersihkannya dan melakukan orientasi selintas mengenal wilayah, sembari mencari tempat makan yang sesuai dan --tentunya-- murah.
***
Hari pertama beroperasi, tidak banyak tamu. Ada seorang pria bule bercelana pendek tanpa mengenakan baju. Lumayan. Sudah dua jam ia berselancar menggunakan personal computer. Tampak seorang wanita berambut pirang kulit berbintik, dengan baju tipis tembus pandang, seraya menyenyumi layar. Ditambah dua remaja berseragam sekolah yang memakai komputer sebentar saja.
Sepi. Pertanda tidak baik.
Selama seminggu beroperasi, tamu yang datang dalam sehari rata-rata tidak lebih dari jumlah jari tangan kiri. Satu bulan telah berlalu, posisi pendapatan masih begitu-begitu saja.
Tiga bulan kemudian, sebuah pemahaman telah memusnahkan harapan. Otis baru menyadari, bahwa saat itu bukanlah masa puncak kunjungan turis. Jadi tidak mengherankan, jika warnet dan ruko-ruko sebelah sepi pengunjung.
Pada bulan berikutnya, kondisi keuangan di tangan Otis kian menipis, napas usaha kembang kempis. Pening pada kepala memikirkan denyut usaha yang mulai SeninKemis. Ditambah pula dengan akan jatuh temponya pembayaran tagihan dari provider internet dua hari mendatang. Persediaan uang ditambah perkiraan pemasukan tidaklah mencukupi. Otis mulai senewen.
Pikiran berpilin-pilin hanya untuk menemui jalan buntu. Tiada kerabat, tiada sahabat, tiada pintu keluar. Gelap. Sedangkan Otis sebatang kara di Seminyak.
Syukurlah, akhirnya satu rombongan terdiri dari tujuh orang bule membuka pintu kaca. Seorang duduk dan mulai merambah dunia maya. Enam orang lainnya memandang serius ke monitor. Tidak sampai sepuluh menit, petualangan itu usai.
Sambil membayar biaya sewa koneksi internet, seorang pria bertopi bertanya (pertanyaan dalam bahasa Inggris ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia-pen.),
"Bisakah Anda menunjukkan kepada kami, di mana membeli barang-barang terbuat dari kulit? Tiada keterangan cukup di internet."
"Hmmm. Baiklah. Saya mengenal satu tempat. Mari!"
Otis memandu rombongan bule menuju tempat berjarak lima ruko dari warnet. Setelah sedikit memberikan kata pengantar kepada penjaga, ia meninggalkan toko itu.
Otis kembali ke warnet, merenungkan segala kemungkinan. Memeras otak, membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi, apabila tidak segera mendapatkan cukup uang sebagai pembayar tagihan. Sejenak pandangan pria muda itu menuju bintang-bintang, lalu menghembuskan asap putih ke langit kelabu.
***
Pada suatu pagi, seusai mengepel lantai, Otis membuka pintu dan menarik rolling door ke langit-langit. Sejenak ia berkejap, nyureng melihat siluet seorang laki-laki yang lalu mengangsurkan sebuah amplop kabinet putih tebal kepada Otis yang gugup.
"Bule-bule kemarin berbelanja banyak. Terima kasih telah membawa mereka."
Mendadak langit melantunkan lagu "Morning" Al Jarreau, diringi kicau riang burung-burung. Angin sejuk bertiup. Baru kali ini, Otis merasakan pagi paling indah di Seminyak.
)*Warnet: gerai penyedia koneksi internet secara jam-jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H