Hampir setiap pekan, pada hari Sabtu, saya senantiasa mampir ke sebuah toko yang khusus menjual camilan. Di gerai tersebut tersedia puluhan jenis camilan yang bisa dibeli secara kiloan.
Saya biasa membeli 4 macam camilan, masing-masing seperempat kilogram. Untuk camilan yang bobotnya ringan (seperti gadung) cukup 1 ons saja. Kisaran harga perolehan adalah antara Rp 8 ribu sampai Rp 17 ribu. Kalau keripik gadung harganya Rp 40 ribu per seperempat kilogram, atau Rp 17 ribu per ons.
Secara umum, harga-harga itu cukup bersahabat. Lagi pula, banyaknya pilihan dapat memuaskan selera kita.
Ketersediaan jajanan tradisional dan camilan kering yang melimpah, rasa-rasanya kita tidak perlu ikut-ikutan mengimitasi camilan Korea. Jajanan dan camilan khas Indonesia jauh lebih enak dan tersedia dalam banyak pilihan.
Dengan mengonsumsi camilan tradisional, kita turut meningkatkan penggunaan bahan pangan produksi dalam negeri. Juga ikut menggerakkan industri penghasil penganan tradisional.
Walaupun sejengkal, kita sudah melangkah maju dalam rangka melestarikan olahan domestik dan mempertahankan --mungkin-- kultur lokal.
Jadi alangkah mulianya, jika kita tidak melulu mengimitasi camilan Korea, atau dari negara lain. Budaya kuliner kita menyediakan camilan yang melimpah dengan rasa jauh lebih enak. Kalau perlu, dilakukan upaya sistematis untuk mempengaruhi bangsa lain agar menyukai camilan Indonesia.
Jangan sampai, pada suatu ketika camilan khas Indonesia melipir, menyingkir, dan lenyap ditelan gelombang globalisasi, sehingga kelak kita mengimpor camilan asli Indonesia dari negara lain.
Mudah-mudahan tidak.
Sumber rujukan 1: Frulyndese K. Simbar, Jurnal Holistik, Tahun X No. 18 / Juli - Desember 2016