Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Penulis Amatiran, tapi Tidak Mata Duitan

28 Juni 2021   09:00 Diperbarui: 28 Juni 2021   09:03 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penulis amatir oleh geralt dari pixabay.com

Ketika masih berkecimpung di proyek konstruksi milik pemerintah daerah, menghadapi pihak ketiga adalah hal yang menjengkelkan. Juga menaikkan aliran darah ke kepala.

Sebutlah mereka sebagai oknum, yang diartikan dalam KBBI sebagai orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik). Seno Gumira Ajidarma menafsirkannya sebagai kata yang digunakan untuk menggarisbawahi, bahwa yang bersangkutan tidaklah mewakili suatu lembaga itu sendiri (di: Oknum dalam Politik Bahasa).

Dalam spektrum pemahaman lebih lebar, kata "oknum" dialamatkan kepada pihak-pihak --aparat pemerintah ataupun partikelir-- yang menyalahgunakan kedudukan demi keuntungan pribadi. Maka, berdasarkan batasan itu, kata "oknum" menunjuk kepada orang yang memanfaatkan kedudukan demi keuntungan pribadi, dan dianggap tidak mewakili suatu lembaga.

Oknum itu pun memiliki cara-cara khas dalam rangka ikut mencicipi kue pembangunan yang sedang dikerjakan kontraktor. Oknum mengaku sebagai jurnalis menggunakan hasil liputan dan setumpuk oplah cetakan sebuah media massa, dengan alamat redaksi sangat jauh dari lokasi. Penampakan koran juga baru diketahui.

Potongan oknum dan gelagatnya mudah diidentifikasi oleh para pelaku kegiatan usaha pemborongan proyek. Selama berlangsungnya pekerjaan, mereka mengambil foto-foto dan bertanya tentang segala hal. Ujung-ujungnya adalah duit.

Modus lain, bila ada kunjungan pejabat publik (sekelas kepala daerah dan anggota DPRD) ke lokasi proyek, maka oknum itu mengiringi. Bergerak di antara wartawan sungguhan. 

Seusai acara, sebagian oknum menghampiri penanggung jawab proyek dengan memperlihatkan contoh tulisan yang akan dimuat di media online, lengkap dengan foto-foto, sambil membawa koran cetak. Mereka akan mengajukan sejumlah "uang lelah." 

Jika permintaannya tidak dipenuhi maka mereka "mengancam" akan menayangkan berita buruk tentang proyek. Memberi tekanan secara verbal.

Itulah yang kemudian membuat citra wartawan, jurnalis, dan penulis di "onlen-onlen" (Saykoji mode-on) tercoreng. Ada udang di balik tulisan. Pemborong dan sementara warga mengganggap demikian.

Padahal profesi wartawan berhubungan dengan kegiatan tulis menulis atau laporan yang bersifat obyektif, dilengkapi dengan data (hasil riset, liputan, verifikasi), untuk dimuat di media massa secara teratur (Wikipedia). 

Berhimpitan arti, istilah jurnalis disematkan kepada orang yang berhubungan dengan konten media massa, meliputi: kolumnis, penulis lepas, fotografer, dan editor desain grafis. Atas kegiatannya, wartawan dan jurnalis mendapatkan gaji/upah/imbalan sewajarnya.

Kalau Penulis? Penulis Amatiran?

Penulis adalah orang yang menuliskan gagasan, pengalaman, dan hasil pengamatan dalam rangkaian kata, lalu artikel tersebut ditayangkan di, semisal blog keroyokan seperti Kompasiana. Karya tulis yang diunggah bisa berupa artikel opini hingga fiksi. Amatir merujuk kepada kegiatan yang dilakukan atas dasar kesenangan dan bukan untuk memperoleh nafkah (KBBI). 

Penulis amatir adalah mereka yang menarasikan gagasan, pengalaman, pengamatan berdasarkan kesenangan. Tidak terikat. Tanpa imbalan. Hanya kepuasan.

Dengan demikian, bolehlah saya mengangkat diri sendiri dengan jabatan: Penulis Amatiran. 

Sebagai antitesis dari penulis profesional, tentu saja saya tidak terikat dengan lembaga tertentu, dengan konsekuensi tidak memperoleh gaji darinya. Ada sih obat jerih menulis, yakni berupa K-rewards dan gimmicks, sepanjang memenuhi batasan ditentukan.

Rekam jejak dalam berkompasiana menegaskan penamaan tersebut. Pun saya tidak berfokus kepada satu tema tertentu dalam menulis. Apa saja yang tersangkut di kepala, sesuai dengan minat, hobi, dan kesenangan yang saya miliki. Wis tah, pokok'e nulis!

Sehubungan dengan itu, pekan sebelumnya, di kategori kuliner saya mengulas mengenai soto rempah yang beraroma menggoda dan terasa enak.

Selengkapnya dapat dibaca di: Soto Rempah yang Enak dengan Harga Murah

Jumlah pengunjung artikel lumayan banyak, namun belum tentu berpengaruh langsung terhadap penjualan soto rempah tersebut. Lha wong artikel dibuat bukan dalam rangka promosi.

Kemarin saya kembali membeli soto rempah Bu Nelly. Sebelumnya sudah menjajal isian ayam, kini saya memesan soto dengan isian daging. Sama-sama enak. Daging goreng diiris tipis terasa renyah ketika dikunyah.

Saat akan membayar, Penjual tersenyum lalu berbisik lembut, "gak usah, itu kompensasi atas tulisan."

Sejenak saya terperanjat, namun tetap menyodorkan sejumlah uang yang sekiranya pas untuk menebus semangkuk soto dan sebungkus kerupuk. Saya segera beranjak pergi, meninggalkan rasa heran di wajah penjual soto.

Saya bukan tipikal oknum penutur gagasan yang mensyaratkan kompensasi atas tulisan tentang kegiatan usaha, tapi penulis yang senang mendapatkan bahan ulasan menarik untuk dibagikan kepada pembaca. Tidak lebih.

Dengan itu pula, baik gerai Soto Rempah Bu Nelly maupun saya sebagai penulis amatiran sama-sama memperoleh manfaat dari artikel terkait. Saling tolong menolong dalam kebaikan.

Jadi, kendati berstatus penulis amatiran, saya tidak serta-merta mata duitan. Saya enggan menerima imbalan dalam bentuk apapun untuk hobi menulis.

Jangan sampai kemudian ada pihak yang menjuluki saya sebagai oknum Kompasianer. Tidak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun