Empat huruf yang ringan diucapkan, tetapi berat dinyatakan dengan tulus adalah: maaf.
Setiap saat kita bisa mengucapkan maaf, berkali-kali dalam sehari. Tanpa ada rasa penyesalan dan kehilangan apa pun setelahnya. Sebaliknya, menyampaikan maaf sambil mengakui kesalahan amat berat keluar dari bibir.
Demikian halnya dengan memberikan maaf kepada orang lain, terasa encer di mulut tanpa menghilangkan ganjalan di dalam dada. Sebaliknya, memberikan maaf dengan tulus, meski telah mengalami kerugian lahir batin, terasa berat ketika kita hendak melupakannya.
Maaf dalam pemahaman di atas selanjutnya disebut dengan "memaafkan" dan "dimaafkan" yang mana kedua soal itu merupakan tindakan ringan sekaligus berat.
Memaafkan merupakan upaya sungguh-sungguh untuk melupakan kesalahan seseorang. Kesalahan yang mengakibatkan kerugian secara moril maupun materil bagi kita.
Suatu ketika saya menjalin kerja sama dengan sesama pemborong. Berbagi dalam perolehan dan pembiayaan proyek. Sebuah hal lumrah, bagi pengusaha bermodal kecil untuk menggandeng pihak lain. Dengan itu, kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan dari instansi pemerintah lebih kuat. Pun di dalam permodalan, di mana dengan sumber daya yang dimiliki oleh dua pemborong lebih mampu menggendong pembiayaan proyek.
Dua tiga kali proyek, pembagian pekerjaan dan hasil berjalan lancar. Ketika pada pekerjaan berikutnya, sang kawan mulai berdalih ketika diminta share modal. Sementara proyek yang sedang dikerjakan lebih dari satu. Saya tidak memiliki kecukupan kemampuan untuk menanggulangi biaya sendirian.
Alhasil, saya terseok-seok dalam menyelesaikan proyek. Beberapa kali mendapat peringatan dari pemberi kerja. Kawan itu telah "menghilangkan diri" alias sulit ditemui.
Walaupun berdarah-darah, akhirnya pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat diselesaikan. Tak lama setelah pencairan, sang kawan muncul dengan meminta bagian. Kontan seluruh darah merayap ke ubun-ubun. Saya ngamuk, berteriak-teriak dengan menunjuk batang hidungnya (dalam arti sesungguhnya) di lobi gedung Kas Negara. Saya ingat, peristiwa itu berlangsung pada siang hari bulan Ramadan.
Butuh waktu lama sekali untuk memanfaatkan kesalahan itu. Karena lingkungan kerja relatif sama, maka kans untuk bertemu cukup besar. Selama itu muncul perasaan tidak nyaman yang menggangu perolehan rezeki.
Satu ketika, saya bertemu dengannya dan berbincang serius. Saya meminta maaf atas kekasaran dan memaafkan kekeliruannya. Demikian sebaliknya. Akan tetapi, tidak ada kemungkinan di masa depan untuk menjalin kerja sama bisnis. Cukup sebagai teman saja.
Ternyata memaafkan adalah tindakan melegakan yang, percaya tidak percaya, turut melancarkan rezeki.
Pada kedudukan ini, kitalah yang mempunyai salah kepada orang lain. Agar dapat dimaafkan dengan sesungguhnya maaf, maka meminta maaf dan mengakui kesalahan merupakan cara.
Mengakui kesalahan adalah penting. Dengannya kita menunjukkan penyesalan yang sangat dalam dan tidak akan mengulanginya dengan cara apa pun.
Saya pernah berbuat kesalahan, sehingga merugikan bisnis seseorang. Selama saya belum mengakui dan meminta maaf kepada orang tersebut, selama itu pula saya merasa terbebani. Tidak tenang.
Hal yang menghambat saya untuk meminta maaf adalah: gengsi, takut ditolak, khawatir terhadap akibat, dan takut direndahkan.
Suatu saat saya bertekad, apa pun yang terjadi, saya harus meminta maaf agar dimaafkan. Dengan isi kepala berkeliaran, ditopang badan gemetaran, saya menghadap pengusaha tersebut. Cukup sulit untuk bertemu. Saya menunggu di ruang tamu kantornya sekitar sejam. Akhirnya saya diterima di ruangannya. Saya duduk di sofa Italia dengan merasakan keangkuhan. Saya berkeringat di dalam ruangan yang sangat dingin itu.
Setelah berbasa-basi sejenak, dengan bergetar saya menyampaikan maksud kedatangan. Saya mengakui kesalahan tanpa berdalih (excuses) atau menyalahkan pihak lain. Seusai melepaskan beban itu, rasanya dada menjadi lega. Saya sudah tidak peduli lagi akibat dari ucapan saya.
Ajaib. Bukan makian atau nada marah yang disampaikan pebisnis itu, tetapi senyum tulus. Beliau berujar, bahwa kesalahan saya sudah dimaafkan dan ia sudah memperoleh pengganti yang sepadan. Ia menepuk bahu saya, sambil berkata, "real gentleman."
Pertemuan singkat, namun sangat bermakna bagi saya.
Ketakutan dan kekhawatiran sebelumnya mendadak lenyap. Saya dimaafkan.
Penghujung
Memaafkan atau dimaafkan merupakan perbuatan yang ringan, jika diucapkan secara cair tanpa intensitas ketulusan dan keikhlasan. Menjadi berat, apabila mengkhawatirkan risiko yang akan dihadapi, terutama dimaafkan yang memerlukan tindakan mengakui (admire) kesalahan, tanpa berdalih (excuses) atau menyalahkan pihak lain.
Kedua hal itu, baik memaafkan atau dimaafkan merupakan jalan agar kita melangkah lebih ringan tanpa beban di kemudian hari.
Maka dari itu, saya dengan sungguh-sungguh menyampaikan permohonan maaf lahir batin kepada kawan-kawan Kompasianer atas segala kesalahan saya, baik sengaja maupun tidak.
Selamat Merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H