Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sound of Borobudur, Sebuah Upaya Merekonstruksi Musik Indonesia

11 Mei 2021   05:56 Diperbarui: 11 Mei 2021   05:53 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sound of Borobudur. Selain menikmati visualisasi Candi Buddha terbesar di dunia, Ilustrasi alat-alat pada relief Borobudur di-replikasi dan dimainkan dalam komposisi yang indah. Upaya musisi tanah air itu patut dipuji, karena mereka ingin menjejaki gaya hidup bermusik pada masyarakat masa lampau.

Sayangnya, tidak ada catatan atau notasi yang menampilkan komposisi musik pada masa itu. Sehingga kita tidak tahu, dengan gaya apa alat musik itu dimainkan?

***

Sejarah yang berkaitan dengan bunyi-bunyian ritmis yang dapat didengar (audible) dijejaki dari abad 6000 SM pada peradaban Yunani Kuno. Kemudian berkembang selama Abad Pertengahan (500 SM -- 1200 M), Renaissance, Barok, periode musik Klasik abad ke-18, menyusul pada abad ke-18 sebagai musik Romantik, dan terakhir adalah musik modern pada abad ini.

Studi perkembangan musik ditelusuri dengan penekanan pada aspek bentuk (musical form), gaya (style), dan gaya hidup (lifestyle).

Pengajar pada Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, Hari Martopo menyebutkan bahwa itu semua itu sesungguhnya adalah Sejarah Musik Barat, meliputi musik-musik yang berada dalam lingkup kebudayaan Eropa Barat.

Secara historis ditunjukkan dengan adanya catatan atau notasi yang bisa dimainkan kembali (rekonstruksi). Bukti arkeologis lain berupa artefak-artefak, gambar-gambar di kuil, batu nisan. Bangsa Barat juga mengalihkan mitologi dewa-dewi menjadi pengetahuan logis.

Dengan konstruksi pemikiran serupa, sejarah musik di Indonesia digali dari peninggalan-peninggalan berharga. Candi yang terletak di kawasan Magelang, Jawa Tengah, menyimpan gambaran gaya hidup masyarakat pada waktu itu. Borobudur yang dibangun oleh Dinasti Syailendra (780-840 Masehi) itu juga meninggalkan jejak musik pada reliefnya.

Menurut Muhammad Taufik Dan Kawan-kawan, 1977, Relief Karmawibangga menggambarkan jenis-jenis alat musik, yaitu:

  1. Jenis Alat Musik Idiophone (kentongan dan kerincingan).
  2. Jenis Alat Musik Membraphone (gendang, kentingan).
  3. Jenis Alat Musik Chardophone (gambus, rebab).
  4. Jenis Alat Musik Aerophone (seruling, terompet).

Laporan studi tentang: Jenis-Jenis Alat Musik Pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur tersebut menerangkan, bahwa relief Karmawibangga melukiskan kehidupan masyarakat Jawa Kuno sehari-hari pada abad ke-9 dan ke-10, termasuk alat musik yang digunakan.

Notasi dan jejak audible yang ditinggalkan, tidak tercatat di dalamnya.

Namun demikian, beberapa pihak merasa perlu untuk menginterpretasi gambar alat-alat musik di relief Karmawibangga dan merekonstruksinya.

Kemudian sejumlah musisi tanah air memainkan replika atau bentukan dari relief Borobudur itu. Maka Dewa Budjana, Trie Utami, Bintang Indrianto, Purwacaraka, dan sebagainya menampilkan permainan musik di Omah Mbudur, Jowahan, Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, pada hari Kamis (8/4/2021).

Penampilan itu hendak membangkitkan kebanggaan nasional atas Borobudur pusat musik dunia. Bangga terhadap kekayaan musik Indonesia, Wonderful Indonesia!

Alunan suara yang merdu itu bertajuk: Sound of Borobudur. Di dalam rekaman YouTube, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menghadiri penampilan tersebut, dalam rangka mengapresiasi dan mendukung reinventing tersebut.

Adalah suatu inisiatif patut dipuji, ketika para musisi lokal menemukan kembali (reinventing) dengan merakit ulang alat-alat musik berdasarkan gambar pada relief Borobudur. Alat-alat tersebut dimainkan dengan mengeluarkan nada-nada ritmis yang merdu. Mereka berbuat demikian agar tidak didahului oleh bangsa asing dalam me-reinventing peralatan itu.

Dengan itu mereka memproklamasikan kepada publik, bahwa ada periode yang menggambarkan Borobudur pusat musik dunia. Para musisi dan pihak-pihak terkait menyatakan kebesaran dan keindahan Indonesia dalam seni musik, Wonderful Indonesia.

Sayangnya, dalam memainkan alat-alat musik replika dari relief Borobudur itu belum dipandu oleh catatan dan notasi dari budaya musik pada masa lampau. Atau pemaknaan yang dapat mengalihkan mitologi dalam budaya Jawa Kuno menjadi pengetahuan musik yang logis.

Bagaimanapun, Sound of Borobudur adalah satu langkah awal untuk kemudian menjawab pertanyaan: dengan partitur dan komposisi apa alat-alat musik itu dimainkan?

Semoga upaya merekonstruksi musik Indonesia itu mencatat Borobudur pusat musik dunia.

Sumber rujukan: 1, 2, 3


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun