Berbeda dengan anak-anak zaman now yang, barangkali, tidak memerlukan lawan secara fisik. Semua disediakan oleh realitas virtual. Ia bermain, bertualang, atau perang-perangan sendirian saja, didukung oleh gadget dan internet.
Permainan pada zaman sekarang dan dulu sama-sama mengenalkan asas persaingan, kerja sama, dan ihwal menang-kalah.
Namun permainan mutakhir tidak memberikan hikmah, seperti halnya disuguhkan oleh permainan zaman dulu, yang sekarang dianggap permainan tradisional, seperti:
- Mengenal karakter teman main: si cengeng, si mau menang sendiri, si pengalah, dan seterusnya, dengan cara "melihat" langsung perilakunya.
- Dengan mengenalnya, sedikit banyak juga akan mengetahui keluarganya.
- Sehat secara fisik, karena sebagian permainan menggunakan otot dan mengeluarkan energi.
- Secara tidak langsung, belajar tentang ketaatan pada aturan, di mana permainan berkenaan dengan sistem tata cara.
- Membiasakan anak berinteraksi secara sosial.
- Mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang bermanfaat bagi perkembangan anak.
- Anak mendapatkan kebahagiaan dengan mengekspresikan keinginan untuk bergurau, tertawa, bergembira menurut alam pikirnya.
Akhirnya, terbersit keinginan saya untuk kembali ke masa itu, yang bagaimanapun mustahil terjadi. Hidup bukan seperti pita seluloid yang dapat diputar-ulang, lalu menayangkan kembali kebahagiaan masa kecil.
Kita hanya bisa memutar-ulang di dalam kepala: Nostalgia Suasana Ramadan Masa Kecil
Bagi anak zaman now, berlakulah sebaik-baiknya menjalani hidup. Sekalipun film perjalanan hidup direkam secara digital, ia tidak bisa diputar ulang untuk mengembalikan masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H