Agar karya tulis diterima oleh beragam pembaca. Ia tidak membuat orang berkerut dahi. Artikel tidak membuat pembaca meminum obat penghilang sakit kepala saat membacanya.
Demikian yang disampaikan oleh Zuhairi Misrawi pada webinar "Ngobrol Proses Kreatif Penulis PBK" yang diselenggarakan pada Kamis (15/4/2021) pukul 14.00 sampai 16.00. Acara ke-14 itu dipandu oleh pembesar Komunitas Penulis Penerbit Buku Kompas (KP-PBK), Amanda Setiorini (penulis buku traveling) dan A. Bobby PR (penulis buku biografi).
Ya. Zuhairi Misrawi, biasa dipanggil Gus Mis, merupakan intelektual muda NU sekaligus penulis diundang sebagai narasumber. Buah karyanya, antara lain:
- MADINAH Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW
- MEKKAH Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim
- Al-Qur'an Kitab Toleransi
- Pelangi Melbourne
- Hadratussyaikh Hasyim Asyari
Dari pesantren, ia melanjutkan studi di jurusan Akidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin, Universitas al-Azhar, Kairo.
Pengamat dan analis Timur Tengah tersebut menulis dengan tema pemikiran Islam kontemporer, politik, toleransi keagamaan, dan dialog antar-agama.Â
Baginya, radikalisme dan puritanisme harus dilawan dengan pendekatan non-politik. Salah satu penerapan konkret, adalah persahabatannya dengan Trias Kuncahyo (penulis buku Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan).Â
Gus Mis meyakinkan audiens, "Kalau mau jadi penulis, bacalah buku penulis lain."
Ketua Moderate Muslim Society, menyebut Mas Trias sebagai lulusan "pesantren" Katolik yang kaya wawasan, mampu menilai satu topik dalam sudut pandang berbeda dengan orang lain, juga rendah hati. Ia belajar dari Mas Trias dengan membaca karya-karyanya.
Kedua orang penulis kemudian saling memuji satu sama lain diselingi kelakar yang merefleksikan harmoni keakraban di antara mereka.
Menulis adalah jalan hidup dan jihad saya. Satu-satunya jabatan yang saya banggakan adalah sebagai penulis (Gus Mis)
Pria kelahiran 1977 itu terlatih menulis sejak di pesantren, dari mulai menulis di catatan-catatan karena disuruh oleh Kyai pembimbingnya sampai mengisi majalah dinding.
Penggubah buku dan berbagai esai yang tulisannya puitis, karena kerap membuat puisi dan cerpen, dalam kesempatan tersebut memberikan kiat-kiat menulis. Saya menginterpretasinya sebagai berikut:
- Setiap manusia punya bakat penulis, ia adalah pemberian Tuhan. Setiap orang bisa menulis, tapi mesti tekun melatih dan membiasakan diri untuk menulis.
- Menyediakan waktu untuk menulis. Pria kelahiran Sumenep, Madura, tersebut menghabiskan waktu 5-6 jam sehari untuk menulis, bila tidak ada kegiatan lain. Ia memang gila menulis, dalam keadaan demikian bisa menghasilkan 15-30 halaman karya tulis sehari.
- Menjadi penulis tidak akan miskin, pun tidak akan kaya. Perasaan memberi kepada orang melalui tulisan itulah yang membuat tidak akan pernah merasa miskin.
- Menulis adalah mengalirkan energi dari otak manusia yang berkapasitas 5 juta GB kepada orang lain.
- Menulis menyehatkan. Maka kita berusaha untuk sehat, juga tidak sedih. Jangan menulis kalau sedang sakit, karena hasil tulisan akan sakit. Kalau sedih, tulisan juga akan sedih.
- Waktu menulis yang disarankan adalah setelah bangun tidur, terutama pukul 3 dini hari sampai menjelang waktu Subuh, ketika inspirasi pagi berdatangan.
- Sebagaimana ibadah, menulis pun harus khusyuk (tekun, bersungguh-sungguh).
- Tulislah apa yang dikuasai atau sesuai bidang pengetahuan.
- Perbanyak baca agar tidak kehabisan ide.
- Menyampaikan dengan bahasa yang jelas dan tidak berpanjang kata.
- Penulis siap diapresiasi dan juga dikritisi.
- Mulailah dengan kalimat tunggal yang sederhana, bukan kalimat majemuk yang rumit (kompas.com menerangkan perbedaan ini).
Oleh karena itu, penulis tidak boleh egois, bisa bersikap adaptif. Ia mampu menulis sesuatu yang sederhana dan dimengerti banyak orang. Ibarat berceramah kepada orang banyak, sebuah karya tulis memberikan inspirasi, menghibur, dan menimbulkan gagasan baru.
Kesimpulan dari paparan Gus Mis di atas, adalah:
Setiap manusia adalah penulis. Ditambah dengan ketekunan dan kemauan untuk membiasakan diri, agar menghasilkan karya tulis yang reflektif dan komunikatif.
Karya tulis yang dihasilkan tidak membuat kening berkerut. Tidak membuat berat otak.
Bacaan yang tidak mendorong pembaca meminum pereda sakit kepala, sebab menulis itu bukan untuk mempromosikan obat penghilang sakit kepala.
Akhirnya, menjadi penulis janganlah egois. Ia mengguratkan pena dengan menggunakan artikulasi atau penyampaian sederhana dan mudah dimengerti pembaca.
Mari kita belajar cara menulis.
Baca juga:Â Penulis Serius adalah Pembaca Serius