Dalam rangka menutup pekan sebelum bulan Ramadhan tiba, teman-teman alumni SMA berencana gowes sambil menikmati jajanan tradisional. Tujuan yang disepakati adalah makan ketoprak di perumahan Taman Yasmin. Sayangnya saya tidak bisa turut serta dalam kegiatan itu.
Jajanan sisi jalan itu sebangsa kupat tahu, berisi irisan ketupat, tahu goreng, dan bumbu kacang goreng yang diulek mendadak. Berbeda dengan doclang yang disiram dengan bumbu kacang sudah matang.
Oh ya, jajanan kupat tahu memang ada yang berbumbu matang dan bumbu dibuat mendadak.
Kupat tahu dengan saus masak/matang diwakili oleh kupat tahu berasal dari Tasikmalaya, Singaparna, Padalarang, Bandung, dan Bogor.
Di Bogor dinamakan doclang, atau terkadang disebut oleh-oleh Bandung, yaitu sejenis kupat tahu dengan saus kacang sudah matang, kadang dengan tambahan isian berupa kentang dan telur rebus.
Sedangkan untuk kupat tahu dengan saus kacang digerus mendadak adalah tahu gunting dari Malang atau Surabaya.
Khusus pada kupat tahu gunting, ciri khasnya adalah, tahu yang baru diangkat dari penggorengan dipotong dengan menggunakan gunting. Karena itulah penganan ini disebut tahu gunting.
Di daerah lain kupat tahu dengan bumbu kacang diulek dikenal sebagai ketoprak. Penamaan demikian dan asal-usulnya masih menjadi tanda tanya.
Saya sempat menikmati jajanan yang konon berasal dari Cirebon itu di Ibukota.
Dua penjual ketoprak tersohor pernah saya sambangi adalah di Ciragil, Jakarta Selatan. Keistimewaannya terletak pada bumbu kacang, yang konon, dicampur kacang mete. Isinya, selain ketupat, tahu, bihun, dan toge, kepadanya juga ditambahkan setengah telur asin.
Satu lagi gerobak ketoprak yang pernah saya mampiri adalah di jalan Cendana, Jakarta Pusat, tidak jauh dari tempat tinggal Presiden ke-2 RI. Menurut cerita sih ketoprak Cendana merupakan langganan Imot, eh, Tommy Soeharto. Katanya.
Memang pada kenyataannya, kedua tempat itu menyajikan ketoprak dengan rasa dan kualitas istimewa.
Di Bogor, salah satu penjual ketoprak yang hits di kalangan penikmat kuliner adalah Japar, mangkal di perumahan Taman Yasmin, yang menjadi tujuan teman-teman alumni.
Berhubung kemarin cuma melahapnya melalui percakapan di WAG, maka hari ini saya akan menjajalnya demi menebus rasa penasaran.
Menurut Google Map, salah satu dari 14 cabang yang tersebar di wilayah Bogor hanya berjarak 750 meter dari kediaman dan dapat ditempuh selama 11 menit dengan berjalan kaki.
Saya tiba di tempat tujuan 21 menit kemudian.
Uniknya ketoprak, kacang goreng yang sudah digiling diulek langsung di piring, bersama satu siung bawang putih, cabai rawit, dan air matang. Kemudian ke dalam adonan ditambahkan kecap manis, potongan ketupat, tahu, dan sejumput tauge.
Satu suapan pertama membuat mata saya terbelalak.
"Cabenya berapa, Mang?"
"Lima, itu sedang pedasnya. Kalau yang pedas, bisa 10 atau lebih, tergantung permintaan konsumen."
Jadi, selain bumbu yang pekat, ketoprak Japar memiliki ciri khas rasa pedas yang tidak tanggung-tanggung. Meskipun demikian, ada juga opsi olahan yang tidak pedas, tergantung permintaan pelanggan.
Tuntas sudah rasa penasaran yang ditimbulkan dari percakapan teman-teman alumni, dengan harga ketoprak senilai Rp 15 ribu seporsi.
Saya menempuh 21 menit perjalanan pulang bersama perut kenyang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H