Rasanya merupakan gabungan dari gurihnya kacang bersama bumbu tidak diketahui dan manisnya kecap. Untuk makanan pinggir jalan, rasa yang ditawarkan cukup enak. Boleh jadi saya memang dalam keadaan lapar.
Menurut penuturan Mang Penjual, dengan berkeliling menyusuri berbagai permukiman ia bisa menjual sekitar 100 porsi setiap hari. Tanpa biaya sewa tempat, seandainya mangkal, bapak yang anak-anaknya masih sekolah itu bisa menjual seporsi doclang dengan harga terjangkau.
Mang Penjual mengaku doclang itu bukan buatannya, tapi merupakan produk orang lain yang disebut "bos" dengan sistem bagi hasil. Dari setiap penjualan, ia memperoleh bagian sebesar 40 persen.
Artinya, pria yang baru berjualan doclang selama dua bulan tersebut mendapatkan pendapatan kotor sekitar 300 ribuan per hari.
"Alhamdulillah, masih bisa mendapatkan penghasilan," ujar Mang Penjual yang sebelumnya berusaha bidang lain di Jakarta.
Demikian menariknya obrolan, tidak terasa piring doclang menyisakan bumbu kacang tak termakan.
Tidak lama setelahnya, seorang pengendara motor menghentikannya untuk memesan 5 bungkus.
Ternyata pedagang pikulan yang menjajakan doclang masih bisa ditemui di permukiman, walaupun sudah amat jarang.Â
Rasanya pun masih seperti dulu, cukup enak. Dan yang pasti, mengenyangkan dengan harga 8 ribu rupiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H