Sambil mengistirahatkan perut, saya menyelesaikan tulisan ini, ditemani segelas kopi yang diaduk tiga kali.
Kemudian pikiran saya menggugat: mengapa mi glosor tidak mampu menandingi kepopuleran mi terigu dan mi instan, kendati ia sudah ada sejak zaman dahulu kala?
Boleh jadi rasa dan kemudahan dalam mengolah tepung terigu menjadi mi lebih bisa diterima.
Namun demikian, tidak berarti bahan pangan lokal itu dapat diabaikan dalam pengembangannya sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi.
Selain sagu dan tapioka, tentunya masih banyak lagi bahan produksi dalam negeri pembentuk tepung cikal bakal mi enak yang patut dikembangkan.
Akhirnya, persoalan berkelindan itu mestinya diselesaikan oleh para peneliti dan penggiat yang berkaitan dengan program pascapanen hasil pertanian.
Itu pun kalau ada willingness.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H