Berbagai pihak menolak keputusan Pemerintah untuk mengimpor beras sebanyak satu juta ton menjelang periode panen raya.
Pembelian beras dari Thailand tersebut disinyalir akan merusak harga pasaran gabah lokal. Presiden Joko Widodo mengemukakan, bahwa impor beras sangat menyengsarakan petani, sebagaimana yang dilontarkannya di dalam janji kampanye pada saat Pilpres
Sedangkan penanggungjawab kebijakan industri pertanian (d.h.i: budidaya padi penghasil gabah/beras) menyerah kalah. Di hadapan anggota Komisi IV DPR RI, pada Kamis (18/3/2021), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan permohonan maaf, karena tidak bisa menolak kebijakan impor beras pada tahun 2021 ini.
Sebaliknya, secara terbuka beberapa kepala daerah menyampaikan keberatannya, antara lain:
- Bupati Blora, Arief Rohman yang menyatakan, lebih baik pemerintah pusat mengutamakan penyerapan gabah lokal.
- Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyoroti alasan yang dianggap mendesak dari pemerintah pusat untuk importasi beras.
- Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang menawarkan agar pemerintah memaksimalkan hasil gabah Jabar yang melimpah.
- Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie menegaskan, apabila pemerintah pusat ngotot mengimpor beras, maka komoditas tersebut dilarang masuk ke wilayahnya, karena akan merusak harga pasar yang dapat memukul petani setempat.
- Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa meyakinkan, bahwa daerahnya tidak memerlukan beras impor, mengingat ketersediaan yang surplus pada saat ini dan kecukupan pasokan hingga akhir Mei 2021.
Sementara itu, pihak-pihak lain melemparkan nada penolakan terhadap keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan M Lutfi tersebut, semisal: Susi Pudjiastuti (mantan menteri KKP), Giring Ganesha (Plt Ketua Umum PSI), dan Hasto Kristiyanto (Sekjen DPP PDIP).
Bahkan Hasto menyebut, di balik impor beras terdapat banyak pemburu rente yang berkepentingan. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati juga menyampaikan perihal rente yang masih kental di dalam transaksi impor beras.
Selisih harga perolehan beras dari dalam negeri lebih tinggi daripada harga impor (internasional). Sehingga, patut diduga, disparitas itulah yang membuat para pemburu rente bernafsu.
Apakah pemburu rente itu terkonsentrasi pada pihak tertentu atau tersebar? Hanya rumput bergoyang yang bisa menjawabnya.
Gampangnya, pemburu rente (rentseekeer) adalah pihak yang memiliki kedekatan dengan kaum birokrat penentu keputusan demi meraih keuntungan semata.
Tipikal kapitalis tersebut adalah, selalu berada di pusaran keputusan yang berkaitan dengan keuangan pemerintah. Pemburu rente tidak memberikan kepentingan bagi publik, kecuali kepada keuntungan sendiri dan upeti kepada pemangku amanah.
Sesungguhnya eksistensi pemburu rente itu sudah lama, yang saya ketahui sejak sebelum runtuhnya rezim Orde Baru..