Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Misteri Gedung Veteriner dan Harga Daging

23 Januari 2021   19:07 Diperbarui: 23 Januari 2021   19:13 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar bangunan adalah dokumen pribadi.

Sendiri berjalan, malam sepi. Bulu kuduk bangkit, mendorong kaki agar melangkah lebih cepat dan lebih gegas tiap kali menyusuri lorong itu.

Kengerian mengapit. Di sebelah kanan, bayangan gedung abu-abu peninggalan Belanda menjajah kalbu. Di sebelah kiri, pepohonan raksasa menyelimuti. Rasa takut menyiksa.

Sebelum dibangun rumah-rumah dinas, sisi kiri ke arah rumah saya adalah hutan kecil. Konon, dulu, merupakan bagian dari Kebun Raya Bogor. Bagian kanan berdiri bangunan pemerintah, Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet).

Gedung tersebut dipantau ketat oleh secret service dan pasukan Detasemen Anti Teroris, saat kunjungan Presiden Amerika Serikat, Goerge W. Bush, ke Istana Kepresidenan Bogor pada tahun 2016.

Betapa tidak? Kantor yang berfungsi sebagai pusat penelitian penyakit ternak dan hewan itu menyimpan berbagai jenis sampel, termasuk bibit antrax dalam jumlah material. Jadi bayangkan, semisal muncul kebocoran atau tempat itu direbut oleh teroris, maka seluruh penduduk kota Bogor terancam terpapar penyakit mengerikan.

Sesungguhnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian memiliki satu lagi lembaga yang bertugas meninggikan taraf hidup para ternak, yaitu Balai Penelitian Ternak (Balitnak).

Mengenai tupoksi lembaga-lembaga riset itu bisa ditengok di sini.

Institusi negara itu sejatinya berada di bawah manajemen Kementerian Pertanian. Ia bertanggungjawab atas kebijakan agar industri peternakan nasional mampu memenuhi konsumsi daging penduduk Indonesia.

Menurut menteri Syahrul Yasin Limpo, 270 juta penduduk Indonesia memakan daging sapi sebanyak 700 ribu ton (Januari 2020) yang dipasok dari peternakan domestik 400 ribu. Sisanya dibeli dari negara lain dalam bentuk sapi hidup dan daging beku yang setara dengan 1,3 sampai 1,7 juta ekor sapi dan kerbau.

Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI Fadjar Sumping, Kamis (21/1/21), berujar, "Untuk memenuhi kekurangan daging tersebut, pemerintah akan melakukan impor sapi bakalan sebanyak 502.000 ekor setara daging 112.503 ton, impor daging sapi sebesar 85.500 ton, serta impor daging sapi Brasil dan daging kerbau India dalam keadaan tertentu sebesar 100.000 ton. Stok di akhir tahun 2021 diperkirakan sebesar 58.725 ton diharapkan juga mampu memenuhi kebutuhan bulan Januari 2022."

Narasi itu disampaikan merespons kenaikan harga yang mengakibatkan pemogokan para penjual daging. Pemicu melonjaknya harga jual dipengaruhi oleh harga sapi Australia yang merambat naik. 

Nyaris separuh atau 42 persen konsumsi daging bergantung kepada transaksi impor. Tidak mengherankan, apabila sensitivitas harga eceran daging kepada masyarakat sangat dipengaruhi harga perolehan di negara lain.

Menanggapi pemogokan, pemerintah berinisiatif mempertemukan pihak Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) dan Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) serta dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog, hingga PT Berdikari (Persero).

Dengan adanya pertemuan tersebut, Kastaf Kepresidenan Moeldoko mengharapkan, agar para pihak memetakan harga dan memutuskan kebijakan impor sapi hidup maupun daging beku.

Berlandaskan kenyataan di atas dapat ditarik, setidaknya, dua sikap birokrat dalam rangka merespons kenaikan harga daging yang berlanjut kepada pemogokan pedagang, yaitu:

1.Bersikap Reaktif, bukan Antisipatif

Eloknya, kebijakan harga daging telah dipikirkan jauh-jauh hari dengan mengurangi tingkat ketergantungan kepada daging impor.

Caranya? Ya meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil ternak dalam negeri. Kementerian Pertanian juga mengurusi perihal peternakan kan? Rasa-rasanya, lembaga riset seperti Balitnak dan Balitvet bukan baru berdiri pada hari Jumat kemarin.

Harusnya ia sudah menghasilkan usulan kepada Menteri Pertanian untuk mendorong industri peternakan dalam negeri dalam rangka menipiskan dependensi.

2.Lebih Memerhatikan Impor, Mengabaikan Kemandirian Suplai Domestik

Langkah jangka pendek yang dilakukan pemerintah adalah mengendalikan harga. Sedangkan program jangka menengah dan panjang berkenaan dengan kebijakan impor. 

Tidak tercermin program kemandirian pasokan daging dari dalam negeri. Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mestinya menelurkan kebijakan yang mampu mendorong swasembada bidang peternakan.

Mungkin sudah. Dalam bentuk lembaran kertas yang tidak dapat diterapkan. Karena, nyatanya, sampai saat ini produksi peternakan domestik tidak mampu menopang konsumsi penduduk terhadap daging sapi.

Fokus para pemangku birokrasi lebih kepada, bagaimana kebijakan impor dapat menutup kekurangan stok daging? Rencana jangka menengah maupun panjang hanya berupa retorika belaka, yang tidak terbukti hasilnya.

Kesimpulan

Sampai sekarang, gedung kantor Balitvet (BB Litvet) masih diliputi misteri yang menggentarkan. Jangan sampai ia menularkan misteri kepada pertumbuhan peternakan domestik dan harga daging. 

Hal itu bisa membuka peluang untuk dimistik (istilah dalam togel), menjadi pembukaan kran impor yang lebih deras, sehingga mematikan para peternak. Sebagaimana halnya yang sudah terjadi kepada petani kedelai.

Dengan demikian, sudah waktunya para birokrat balai penelitian yang berperan dalam peningkatan mutu ternak dan hewan menghasilkan riset yang dapat diterapkan (applicable papers) agar kelak kita, pembayar pajak, bisa melihat pertumbuhan konkret yang signifikan dari peternakan domestik.

Demikian agar kelak tidak timbul keadaan, di mana warga Indonesia beramai-ramai beralih mengonsumsi jengkol, melupakan semur daging.

Sumber rujukan: 1, 2

Blogshop Bersama KPB di Kompasiana: Menulis Artikel Politik yang Bernas dan Mawas. (sumber: properti KPB. Desain oleh Andri Sonda, Manna Creative Design, Makassar)
Blogshop Bersama KPB di Kompasiana: Menulis Artikel Politik yang Bernas dan Mawas. (sumber: properti KPB. Desain oleh Andri Sonda, Manna Creative Design, Makassar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun