Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Kongsi Usaha dengan Sahabat, Untung atau Buntung?

21 Januari 2021   11:58 Diperbarui: 22 Januari 2021   09:20 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ujung harap dari bisnis ada dua, untung dan rugi. Berkegiatan usaha bersama teman maupun sahabat akan menentukan relasi, untung berlanjutan dan buntung berkepanjangan.

Kegiatan usaha adalah memanfaatkan sumber-sumber ekonomi demi menghasilkan untung sebesar-besarnya. Secara garis besar, kegiatan usaha meliputi:

  • Penyediaan jasa (konsultan, sektor konstruksi, dokter, pengacara),
  • Penyediaan barang (perantara, suplier, toko), dan
  • Kombinasi dari keduanya (restoran, industri manufaktur)

Entitas usaha itu bisa berbentuk perorangan dan perkongsian dengan ikatan lisan, tertulis, dan tersirat secara notariat dalam sebuah akta badan hukum. 

Tentu saja perkongsian atau persekutuan usaha tersebut memiliki konsekuensi hukumnya masing-masing. Umumnya ia dibentuk demi memperkuat posisi tawar dalam belukar persaingan yang memerangkap sekaligus memikat.

Nah, enterpreneur mesti mencermati sifat hubungan usaha itu, agar kelak diperoleh keuntungan berkelanjutan. Bukan malah buntung berkepanjangan.

Pengalaman Berkongsi dalam Usaha

Sebelum ditangkap, seorang pejabat pemerintah menawarkan sebuah bisnis kuliner dengan harga miring, Rp 250 juta dengan taksiran harga pasaran lebih dari dua kali lipat. Setelah bongkar celengan, ternyata kemampuan finansial saya tidak cukup menutup tawaran tersebut.

Untuk itu saya mengajak teman baik, berpatungan untuk mengatasinya. Akhirnya lima orang bersekutu: Pengusaha importir beras sekaligus pembalap angkatan lama; Pemilik sebuah Bengkel Resmi Mobil Timor; Pemilik Biro Arsitek; Profesional bidang Advertising; dan saya sendiri sebagai pecahan beling.

Kecuali saya, tidak ada yang berlatar belakang bisnis hospitality kan?

Restoran yang terletak di Mezzanine sebuah gedung di Jalan Kuningan, Jakarta, saya benahi sedemikian rupa. Bertahap, penjualan meningkat. 

Tidak lebih dari tiga bulan, rumah makan yang senantiasa full booked pada jam makan siang itu mencapai titik optimum. Enam bulan kemudian, empat orang sahabat sekaligus mitra usaha berkeinginan menjadikan tempat makan itu sebagai bar atau club.

Meskipun sama-sama berkegiatan usaha kuliner, namun terdapat perbedaan antara penyelenggaraan restoran dengan bar. Yang pertama menyediakan barang berupa perakitan makanan dan minuman serta jasa pelayanan makan. Sedangkan bisnis kedua bobotnya lebih kepada jasa entertainment (hiburan) yang menyediakan menu F&B.

Konsekuensinya, lima pemegang saham itu harus merogoh kocek lebih dalam untuk pengadaan professional sound system, lighting set, renovasi interior, penggantian kursi meja dengan yang lebih luks, dan penambahan perizinan. 

Perubahan konsep tersebut menyebabkan perubahan sasaran pasar. Tingkat okupansi anjlok. Selama bulan-bulan berikutnya, keuangan badan usaha berdarah-darah. Kurang dari satu tahun semenjak renovasi, kongsi usaha bubar seiring dengan ambruknya bar/restoran itu.

Sejak saat itu saya kapok berkongsi dalam usaha dengan mendirikan badan usaha perseorangan (dalam bentuk CV). Partner dalam badan usaha itu adalah komanditer diam (pasif), yang pada praktiknya tidak ikut dalam proses keputusan.

Terjun sendiri dalam gelombang persaingan rasa-rasanya kurang bijak. 

Selain mendaftarkan diri menjadi anggota sebuah asosiasi pengusaha konstruksi, saya juga berkolaborasi dengan pengusaha serupa. Ia memiliki akses bagus ke pejabat penentu proyek di Pemda. 

Sementara saya memiliki pasukan pekerja, waktu, dan sepotong keahlian. Memperoleh dua proyek, modalnya dibagi dua, pekerjaan bisa dilakukan simultan. Berkat hubungan baik dengan orang dalam, sang kawan mendapatkan banyak proyek dalam satu waktu.

Banyak proyek, berarti butuh banyak modal?

Awalnya kawan seperjuangan itu berjanji ikut berbagi rata ihwal keuangan. Dalam perjalanan berikutnya, ia alpa dan mengalpakan diri terhadap kewajibannya.

Perut saya mulai mules. Proyek-proyek harus selesai pada saatnya. sedangkan kantong sudah bolong, celengan kosong. Ke perbankan? Butuh waktu lowong!

Dengan pontang-panting, saya sebisanya memenuhi permintaan dalam kontrak, sendirian. Segala sumpah serapah dan caci maki dialamatkan kepada rekan yang kerap menghilang itu.

Tidak Selamanya Kemitraan Berakhir Buruk

Seorang kawan baru dikenal bersedia meminjamkan modal, dalam bentuk uang maupun barang. Pria pengusaha barang elektronik di Glodok itu beberapa kali bertamu ke rumah dan kantor. 

Saya pun membalas, dengan berkunjung ke toko-tokonya (waktu itu ada 8 toko) dan kemudian dijamu di rumahnya yang terletak di kawasan elite.

Belakangan saya baru mengerti, pria muda itu sedang menggali lahan kemungkinan untuk menanam kepercayaan. Dalam perkembangan berikutnya, lelaki yang enggan menggunakan sopir itu memasok keuangan saya.

Hubungan tersebut seumpama, "Anda punya uang, tapi tidak memiliki waktu. Saya punya waktu, tapi tidak memiliki uang."

Konsekuensi logisnya, setelah dipotong biaya-biaya, pajak-pajak, dan ongkos lainnya, setiap keuntungan bersih dibagi dua.

Kesimpulan

Berkongsi dalam kegiatan usaha merupakan praktik umum dan biasa. Apalagi bisa bersatu bersama teman. Keterikatan dalam hubungan persahabatan adalah bahan bakar bagi kelangsungan usaha yang menguntungkan.

Sebaliknya, modal dasar itu berpotensi menjadi duri yang menyayat kegiatan usaha, bahkan merobek ikatan pertemanan.

Sebelum memutuskan untuk berkongsi bersama teman dalam kegiatan usaha, sebaiknya pertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Samakan visi, misi, dan persepsi tentang jenis, sifat, juga risiko usaha. Kesepahaman itu akan membentuk sebuah konsep yang ajeg dan menjadi pedoman dalam menjalankan usaha. Karena perubahan signifikan yang mendadak, beresiko kerugian.
  2. Bangun rasa saling percaya antara sesama mitra. Nyaris mustahil menjabarkan teori ataupun rumus kepercayaan, namun pekerti ini tempatnya di puncak permodalan sebuah usaha. Tanpa itu, lupakanlah berkongsi, daripada buntung dalam segala hal.
  3. Apabila sudah berkongsi, terbukalah tentang perkembangan usaha dan kinerja keuangan. Keterbukaan sangat penting demi menguatkan kepercayaan dari mitra.
  4. Berlakulah profesional dalam kerangka kegiatan usaha. Lupakan sejenak rasa sungkan dan tidak enak. Waktu setelah bekerja dan berusaha bisa digunakan untuk melepas ketegangan, juga meningkatkan hubungan pertemanan.

Dengan demikian, tidak ada salahnya berkongsi bersama teman dalam kegiatan usaha, sepanjang memerhatikan 4 hal tersebut di atas, agar memperoleh keuntungan bersama yang berkelanjutan. Bukan buntung berkepanjangan, atau putus dalam usaha maupun pertemanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun