Pada dasarnya mengeluh tidak bakal meredakan penderitaan akibat penyakit tertentu.
Saya mengalami penyakit akibat asam urat pada saat bujangan, usia 27 tahun. Mulanya bermimpi berlari-lari lalu kaki masuk ke dalam parit kecil, keseleo. Rasa nyeri akibat keseleo itu masih terasa bahkan ketika bangun.Â
Kebingungan antara mimpi dan kenyataan yang berlarian di kepala segera ditepis dengan mandi pagi, siap-siap berangkat ke kantor.
Di kantor, sepatu dibuka karena semakin menyesakkan. Makan siang, saya digotong, lalu teman-teman kantor mengantar pulang, karena kaki saya tidak bisa menyentuh pedal kopling dan rem. Rasa nyeri menyerang hebat. Radang pada salah satu sendi membuat telapak kaki memerah bengkak.
Sejak saat itu, penyakit asam urat menyerang secara periodik. Awalnya jarang kemudian menjadi kadang-kadang, lalu suatu waktu menjadi penyakit bulanan. Sepengetahuan saya, penyakit nyeri sendi ini adalah akibat meningkatnya kandungan asam urat dalam darah.Â
Keluarga saya pun mempunyai riwayat penyakit asam urat, yaitu ayah dan nenek ibu dari ayah.
Demi menurunkan gejala penyakit asam urat, disarankan berpantang terhadap asupan:
- Makanan mengandung purin tinggi, seperti: jeroan, seafood, daging berwarna merah, sayur hijau, sayur berwarna putih, kacang-kacangan.
- Minuman bergula tinggi dan beralkohol.
- Menghindari obat tertentu, seperti aspirin, obat penghambat enzim, sislosporin, dan obat kemoterapi.
Seluk-beluk mengenai penyakit asam urat dapat dibaca di sini.
Beberapa tahun saya masih tahan berpantang terhadap makanan yang disarankan tidak dikonsumsi. Namun dalam tahun berikutnya pantangan itu banyak dilanggar. Ternyata pantangan itu terasa sangat enak, asalkan tidak tidak berlebihan dan menghindari beberapa makanan yang berisiko tinggi.
Bagaimana rasanya?
Diawali dengan sedikit pusing di kepala, terasa berat. Kemudian salah satu sendi kaki merasa seperti keseleo, semakin lama semakin terasa nyeri. Seperti permukaan sendi digores-gores dengan pisau silet. Atau seperti ball joint pada sistem kemudi mobil yang diisi dengan pasir.
Untuk mengatasinya, dokter meresepkan obat-obatan pereda radang dan sakit, penurun purin (zat yang memicu naiknya kadar asam urat), serta vitamin. Obatnya pun beragam, dari yang paten berharga mahal sampai generik berharga belasan ribu rupiah.
Belakangan obat-obat itu sudah tidak saya konsumsi, mengingat efek samping terhadap organ tubuh. Terutama sejak menderita penyakit kronis dua tahun lalu yang mensyaratkan minum obat-obat tertentu setiap harinya. Saya mengkhawatirkan kinerja organ tubuh yang kian berat dalam mengurai obat-obat kimia.
Obat herbal? Sebut saja yang belum, nyaris semua yang ada dalam perbendaharaan herbal pernah saya konsumsi
Teman-teman sudah mahfum mengenai penderitaan saya ketika penyakit asam urat kumat. Dalam keadaan itu mereka tidak akan mengganggu. Namun terdapat keadaan tertentu yang memerlukan kehadiran saya secara fisik, kendati penyakit asam urat sedang kambuh.
Proyek di Istana Kepresidenan Bogor yang saat itu urgensinya tinggi memerlukan kehadiran saya, sehingga saya khusus dijemput dalam rangka penyelesaian pekerjaan. Atau, tengah malam dijemput untuk memonitor secara langsung pekerjaan Pemda untuk pemasangan drainase U-ditch.
Suatu saat, seorang teman menjemput saya untuk memantau proses pemasukan penawaran pekerjaan melalui lelang secara elektronik (e-procurement) yang ketat waktu.
Ketika mampir ke rumahnya, istri kolega tersebut terheran-heran dengan jalan saya yang tertatih-tatih menggunakan tongkat.
"Sakit banget ya? Kalau suami saya, sakit sedikit saja, mengeluhnya siang malam. Kok Mas Budi enggak mengeluh sih?"
Seandainya saja mengeluh bisa menyembuhkan penyakit ini, maka saya akan membelinya dengan harga tinggi, berapapun itu
Dengan kata lain, menurut hemat saya, mengeluhkan penderitaan akibat penyakit asam urat tidak akan pernah meredakan rasa sakiit, apalagi menyembuhkannya. Untuk mengurangi risiko penyakit asam urat sebaiknya dilakukan ikhtiar yang masuk akal, berupa: mengurangi asupan berkadar purin tinggi, minum obat-obatan, mengonsumsi herbal, dan berolahraga.
Catatan tambahan:
Mohon maaf apabila kurang cepat dalam berinteraksi dengan Kompasianer lain, Â karena dalam waktu sepuluh hari terakhir ini saya banyak berbaring demi meredam rasa nyeri sendi kaki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H