Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penangkapan Edhy Prabowo dan Pembayaran Utang Perbuatan

26 November 2020   08:32 Diperbarui: 26 November 2020   08:34 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang terik. Atap seng gelombang membuat tempat itu seperti pemanggang. Angin sepoi-sepoi berhembus menembus baju berkeringat.

"Biasa..," ujar Kasto kepada wanita beranak rambut rebah di dahi mulus nan basah.

Vinny menumpahan isi kopi gula sasetan ke dalam gelas blimbing, menuangkan air termos, lalu mengaduk-aduknya.

"Kelewat! Sepuluh kali....," pekik orang tua tunggal sintal itu.

"Takapa, kau aduk dengan arah sebaliknya dua kali."

Tiga perempat gelas larutan kopi hitam panas diaduk delapan kali adalah minuman favorit Kasto.

Aroma kopi menguar. Sepotong tempe masuk ke dalam mulut. Pengunjung sibuk mengunyah. Sepi melanda. Angin berhembus lirih.

***

Seberkas sinar mengerlip dari bola mata berkedip, "aku buatkan kopi istimewa ya!"

"Tapi...," pandangan Kasto menyapu meja, kosong.

"Kopi ini dibuat khusus untukmu. Kali ini bukan diaduk delapan kali dengan sendok, tapi gelasnya yang berputar-putar sementara sendok pasrah saja," senyum nakal Vinny membuat Kasto tersengat.

Sejenak pandangannya beralih ke televisi yang memberitakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (25/11/2020). Bersamanya ditangkap pula istrinya yang anggota DPR dan sejumlah pihak dari KKP.

"Kenapa ya, suami istri sudah enak jadi pejabat tinggi, eh masih saja korupsi? Andai kelak engkau ku lamar, tidak bakalan ada kamus korupsi dalam hidup kita."

Seperti biasa, Kasto akan menjadi pengamat dadakan, tergantung pemicu berita di TV, yang dengan lancar akan menyatakan pandangannya.

Begini isi ceramahnya.

Umumnya yang dianggap ber-korupsi adalah mereka yang berposisi. Menteri, anggota DPR, Bupati, Walikota, dan pejabat publik lainnya. Perebutan jabatan riuh rendah bertujuan untuk melakukan korupsi yang sudah dianggap lumrah.

Buktinya? Banyak orang bersusah-payah meraih kedudukan itu. Banyak pula orang karena menyahgunakan kedudukan masuk bui dengan gembira dan gegap gempita.

Padahal korupsi tergolong perbuatan nyolong. Mencuri duit rakyat dengan cara rumit. Percolongan itu setara dengan perbuatan tukang copet, maling kambing, atau pencuri pelek mobil. Jumlah rupiahnya saja yang membedakan.

Bukankah menurut agama perbuatan mencuri itu berdosa? 

Dosa itu abstrak dan diperhitungkan nanti entah kapan. Selama ini tidak ada yang bisa membuktikannya. 

Engkau mau membuktikannya?

Padahal dosa, atau konsekuensi dari perbuatan buruk, itu nyata adanya. Ada di hadapan kita.

Engkau tahu neraca? Di sebelah kanan adalah ekuitas dan kewajiban yang kemudian akan menjadi modal bagi manusia untuk hidup

Modal itu bisa dipakai untuk pegangan kas sehari-hari, untuk tabungan, dan membiayai usaha sehingga memunculkan tagihan. Modal juga untuk membeli harta berupa kendaraan, komputer, rumah, tanah, pabrik dan seterusnya atau harta tidak lancar lainnya.

Seperti timbangan. Semua harus setimbang.

Lha kalau ingin Lamborghini, sementara modal takcukup?

Bisa dengan menambah kewajiban (utang).

Kalau gak dapet?

Gampang! Tinggal mencuri, merampok, atau korupsi, pilih mana yang paling enak.

Soal dosa? Itu nanti dan abstrak!

Sebenarnya dengan mencuri, merampok, korupsi, secara tidak disadari akan memunculkan "utang perbuatan" yang menjadi kewajiban (liabilitas) yang wajib dibayar.

Lho siapa yang mewajibkan?

Itu sudah hukum alam yang telah ditetapkan oleh Pemilik semesta. Alam semesta pasti menagihnya dan selalu di luar perkiraan kita.

Kalau bui buatan manusia, gampang disiasati. Lha wong di penjara khusus koruptor saja tersedia salon mewah, fasilitas bak hotel, ketersediaan makanan setara restoran mahal, dan kenyamanan lain yang memanjakan penghuninya. Cuman pindah alamat saja.

Sementara alam semesta menagih utang perbuatan dengan jumlah yang tidak bakal bisa dikalkulasi. Masing-masing orang berbeda menghadapi penagihan utang perbuatan itu.Tergantung besaran relatif yang dicolong.

Bisa berupa rasa tidak enak, kesengsaraan, dan penderitaan menjelang akhir hayatnya. Barangkali berupa serangan jantung, stroke, dan penyakit-penyakit yang demi penyembuhannya akan menghabiskan harta. Bisa juga berupa pasangan yang tukang selingkuh. Atau anaknya yang kecanduan narkoba dan seks bebas. 

Bisa apa saja yang menyengsarakan hidup tukang colong yang bahasa halusnya: koruptor.

Jadi untuk para koruptor yang telah mencuri, merampas, dan merampok uang rakyat, suatu ketika akan ditagih atas perbuatannya sebagai utang yang wajib dibayar. Itu pasti!

***

"Hooy...bangun!!! Ayo makaryo)* lagi...."

Kasto tergagap-gagap lalu tergugu mengucek-ucek matanya. Disingkirkannya lalat yang berenang di dalam gelasnya, kemudian kopi dingin itu disesapnya menyisakan ampas.

Beranjak dari bangku panjang, Kasto berkata kepada Vinny, "nanti ya.... kalau dapet."

Didorongnya gerobak menyusuri lorong-lorong panjang tidak berujung.

)* Makaryo (bhs. Jawa): ngupoyo upo, artinya: bekerja demi sebutir nasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun