Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Gelar Sekedar Menjadi Pajangan Pemikat

17 November 2020   07:07 Diperbarui: 17 November 2020   07:14 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang kolega menyimak kartu nama yang baru dicetak, karena saya sudah resmi menjadi pegawai tetap sebuah perusahaan.

"Kok titelnya gak dipasang?"

Pertanyaan lumrah itu disampaikan, mengingat titel diperoleh dengan susah payah, juga berbiaya mahal. Untuk memperoleh gelar kesarjanaan, sedikitnya seseorang harus menempuh 9 semester, atau kira-kira 4,5 tahun. Itupun mesti rajin belajar, memenuhi tugas, dan mampu mempertanggungjawabkan isi karya tulisnya dalam sidang skripsi.

Biaya kuliah pun tidak murah. Butuh Rp 5 juta per semester bagi mereka yang diterima melalui jalur undangan (sebuah universitas negeri, pada tahun 2013-2014). 

Bisa lebih, untuk jalur lain atau di perguruan tinggi berbeda. Itupun belum termasuk biaya pembelian buku, tempat tinggal (jika letak kampus di luar kota), makanan sehat, dan lain sebagainya.

"Tapi kenapa tidak dipasang gelarnya dalam kartu nama," teman kantor saya ngeyel.

Sepengetahuan saya, gelar akademik digunakan dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat keilmuan. Umpamanya, dalam dunia penelitian, pendidikan, jurnal ilmiah, dan pertemuan atau lokakarya keilmuan. Penggunaan gelar itu menunjukkan keahlian di antara sejawat bidang keilmuan yang serupa.

Dalam keprofesionalan juga dibutuhkan keahlian, misalnya dalam bidang konstruksi yang mengharuskan seorang bertitel insinyur teknik sipil untuk memperoleh Sertifikat Tenaga Ahli Bangunan Gedung (SKA-201).

Tetapi kadangkala latarbelakang akademik belum tentu berkaitan dengan dinamika pekerjaan yang ditekuni.

Ketika seorang sarjana Hubungan Internasional berkerja sebagai Tenaga Pemasaran pada sebuah perusahaan, maka latarbelakang keilmuannya tidak berpengaruh langsung terhadap pekerjaannya. 

Titel sebagai jalan masuk ke perusahaan yang mensyaratkan S1 untuk pegawai pemasaran. Bisa jadi daya nalar sebagai sarjana lah yang dibutuhkan. Latarbelakang dan esensi keilmuannya tidak "nyambung" dengan pekerjaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun