"Panjang ceritanya."
"Aku mendengarkan."
Teman baru itu menarik napas panjang. Hawa berhembus dingin.
"Alkisah dahulu bangunan ini digunakan sebagai sekolah, tepat seperti dugaanmu."
Sejenak Pono tertegun dan berpikir. Namun segera ditepisnya pikiran itu demi mendengar kelanjutan kisah.
"Siswanya rata-rata sinyo-sinyo, anak para pegawai atau pengusaha Belanda yang bermukim di kota ini. Hanya beberapa warga asli yang turut bersekolah, itupun anak ambtenaar)* dan orang kaya."
Pono memejamkan mata, membayangkan.
"Suatu ketika datanglah serbuan dari pasukan berkulit kuning. Tentara dari timur itu sangatlah ganas".
"Maksudmu?" Tukas Pono.
"Pasukan Jepang amat kejam. Diburunya setiap orang berkulit putih. Termasuk mereka yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di sini."
"Jadi...?" Pria muda itu membuka mata, taksabar.