Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Waspada Banjir, Salah Alamkah?

22 September 2020   10:14 Diperbarui: 22 September 2020   10:25 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah warga sedang membersihkan aliran Sungai Ciparigi, Bogor, Jawa Barat, untuk mengantisipasi banjir dan menjaga debit air tetap baik, Minggu (20/9/2020).(KOMPAS.COM/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH)

Tadi malam, gerimis mengundang keinginan untuk meringkuk lebih cepat dalam selimut. Namun hasrat itu tenggelam. WAG Alumni SMA Negeri 2 Kota Bogor riuh, membincangkan tinggi air permukaan di bendungan Katulampa. Seorang anggota mengutarakan niat melihat Ciliwung.

Ternyata benarlah apa yang dikhawatirkan. Senin, 21/9/2020, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor memberikan peringatan agar warga mewaspadai potensi meluapnya sungai Ciliwung.

Tangkapan layar dari akun FB Bima Arya, meninjau Katulampa (dokumen pribadi)
Tangkapan layar dari akun FB Bima Arya, meninjau Katulampa (dokumen pribadi)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kemudian menandai status siaga 1 di bendungan buatan Belanda itu. Meskipun peringatan tersebut hanya berlangsung dalam waktu 1 jam, namun peristiwa membludaknya aliran sungai Ciliwung telah demikian menggetarkan hati.

Tangkapan layar dari Grup FB Masyarakat Cinta Bogor (MCB), suasana pintu air Katulampa (dokumen pribadi)
Tangkapan layar dari Grup FB Masyarakat Cinta Bogor (MCB), suasana pintu air Katulampa (dokumen pribadi)
BPDD Jakarta pun memberikan peringatan dini adanya potensi hujan lebat ditambah tingginya muka air di pos pintu air Angke Hulu. Selepas Maghrib, hujan selama 3 jam di DKI Jakarta menyebabkan sejumlah ruas jalan terendam, meliputi wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat, dengan ketinggian berkisar antara 15 hingga 30 sentimeter.

Sementara itu tersiar kabar, bahwa banjir bandang menerjang wilayah Cibuntu di Desa Pawasawan, Cicurug, Kabupaten Sukabumi, pada Senin (21/9/2020), pukul 16.00 sampai 17.00, setelah kawasan itu dilanda hujan lebat selama beberapa jam. Dilaporkan 12 rumah dan lima unit mobil terseret arus deras. Sebuah pabrik air mineral terpaksa dihentikan operasionalnya, karena terendam banjir.

Tangkapan layar dari akun Twitter, banjir di pabrik air mineral, Cicurug (dokumen pribadi)
Tangkapan layar dari akun Twitter, banjir di pabrik air mineral, Cicurug (dokumen pribadi)
Masyarakat pada beberapa daerah mengkhawatirkan terjadinya banjir pada setiap awal musim penghujan. Kemudian kisah-kisah pilu diberitakan di berbagai media dan lini masa. Banjir dan bencana akibat banjir terjadi dimana-mana.

Dalang musibah dialamatkan kepada alam. Padahal sejak jutaan tahun yang lalu, alam hanya memenuhi tugas Illahi, mencurahkan hujan dan mengalirkan air dari tempat tinggi ke daerah terendah. Kodratnya, manusia bekerjasama dengan alam, kemudian menjaga keseimbangan, demi keberlangsungan hidupnya juga.

Dalam wilayah yang bermusim penghujan dan kemarau, manusia seyogyanya bertindak preventif untuk menyiasatinya. Payung, jas hujan, mempertahankan pepohonan sebagai serapan alami, membangun situ-situ sebagai penampung air, membuat irigasi teknis, mengeruk endapan di dasar sungai, merakit bendungan, dan semua tindakan yang bisa menahan lajunya air adalah hasil karya.

Dalam kenyataannya, manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Untuk memenuhi keinginan itu, ia melindas hutan, menebas serapan air, menyesaki bantaran kali dengan permukiman, menduduki situ-situ, melenyapkan sungai-sungai kecil pemecah aliran air, dan perbuatan-perbuatan yang membuat air menerabas bebas ke segala arah.

Banyak contoh-contoh perbuatan manusia yang mencelakakan diri sendiri, lantas menyalahkan alam sebagai penyebab. Parahnya lagi, menuding Sang Maha Pemilik Alam selaku pengirim bencana atau menganggap banjir sebagai salah satu bentuk ujian.

Kita, manusia, dikaruniai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan alam. Segala kebisaan dikerahkan untuk menyiasati, bukan merusaknya, agar bisa bertahan hidup.

Jadi, "waspada banjir" adalah seruan bagi kita untuk menyiasati aliran air yang mengalir deras dari hulu ke hilir dengan menahannya atau melambatkan gerakannya. Membangun bendungan, situ, irigasi teknis, menjaga hutan di hulu, penghijauan, adalah sebagian dari upaya tersebut. Bukan sekedar menyalahkan alam.

Tadi pagi, sinar matahari terhalang mendung. Mungkin pada siang atau sore hari nanti akan turun hujan. Ada saatnya kelak, hujan lebat mengguyur Bogor sehari-semalaman, atau berhari-hari sebagai sumber miliaran kubik air.

Maka, waspadalah terhadap datangnya banjir!

Sumber rujukan: 1. 2, 3, 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun