Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mewawancarai Mantan Atasan, Bagaimana Mesti Bersikap?

1 September 2020   07:12 Diperbarui: 1 September 2020   07:10 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh StartupStockPhotos dari pixabay.com

Setelah melampaui berbagai saringan lamaran, terpilihlah 3 orang kandidat yang lolos untuk tahap akhir, yakni wawancara dengan manajemen. Proses pemilihan itu dilaksanakan untuk mendapatkan seorang profesional, sebagai kepala kantor yang akan membawahi cabang baru di suatu daerah.

Di antara ketiga orang itu, yang tentunya sudah melewati proses ketat, terdapat sebuah nama yang sangat dikenal. Ia mantan pimpinan saya!

Pimpinan ketika saya masih menjadi anak buahnya pada sebuah perusahaan lembaga keuangan. Dalam lembar penilaian, kualifikasinya cocok dengan posisi dibutuhkan. Pun sesuai menurut ukuran rekrutmen yang ditetapkan perusahaan.

Saya merasa tak sabar menunggu waktu intervieu. Ingin tahu perkembangan terakhir mengenai perusahaan lama dan mengapa ia berniat berkarir di tempat lain. Ingin membincangkan tentang masa lalu dengan mantan atasan saya.

Beberapa tahun lalu, beliau adalah pemimpin cabang, sekaligus mentor saya dalam sebuah perusahaan lembaga pembiayaan. Banyak kedalaman pengetahuan yang didapat, selain tentang perkreditan, seperti pemahaman tentang bisnis, keuangan, dan ekonomi.

Pemahaman tersebut telah memperkaya khasanah pengetahuan. Oleh karenanya, saya merasa kapasitas saya berkembang baik di bawah kepemimpinannya.

Lantas, kapasitas itu menarik perhatian seorang nasabah, yang merekrut saya bekerja di perusahaannya, yang bukan merupakan lembaga keuangan. Tantangan tersebut menghasilkan buah manis. Sekian tahun berjuang, saya menempati posisi baik dalam manajemen perusahaan itu.

Sampailah pada peristiwa pertemuan dengan mantan pimpinan itu, yang sedikit banyak menggetarkan hati. Tapi mencuat pertanyaan, bagaimana seharusnya sikap saya ketika mewawancarainya?

Seperti proses rekrutmen lain, asas profesionalitas dijunjung tinggi. Maka dalam intervieu tersebut saya melakukan beberapa hal, sebagai berikut:

  1. Berlaku sepatutnya sebagaimana pewawancara kepada kandidat. Lupakan sejenak bahwa pada masa lampau ia seorang atasan. Sebaliknya, jangan mengecilkan arti kehadirannya apalagi merendahkannya. Demikian agar diperoleh pertimbangan terbaik. Bukankah ia memenuhi janji wawancara kerja menurut tatacara yang profesional?
  2. Kesesuaian latar belakang pengalaman dengan posisi yang dibutuhkan. Pengalaman di bidang yang sama lebih diharapkan. Tetapi karena industrinya berbeda, maka kemampuan kepemimpinan menjadi pertimbangan utama. Intervieu akan meliputi pandangan dan rencana kandidat berkaitan dengan area yang akan menjadi tanggungjawabnya.
  3. Pelatihan-pelatihan dan pendidikan yang mendukung posisi tersebut. Meski hal ini tidak mutlak, namun latar belakang pendidikan dan peningkatan kemampuan melalui pelatihan yang telah dilakukannya akan berguna bagi perusahaan.
  4. Motivasi berganti perusahaan. Penting diketahui perihal yang mendasari "melepaskan" jabatan di perusahaan lama dan mengharapkan karir lain di perusahaan baru. Pertanyaan ini sangat krusial, di mana hengkangnya seseorang dari perusahaan lama karena didorong oleh soal tidak baik (misalnya, dengan menjelekkan perusahaan lama) akan menimbulkan situasi serupa di masa mendatang.
  5. Lainnya adalah tentang pribadinya, seperti kesediaan ditempatkan di daerah lain, usia, keluarga, dan lain sebagainya.

Secara umum kapasitas tersebut di atas dinilai baik. Memang penilaian selebihnya cenderung subyektif. Kandidat, mantan atasan, saya ketahui memiliki kepribadian bagus dan kemampuan extra ordinary. Tinggal memastikan bahwa karakter itu masih sama, yang akan menguatkan tingkat kepercayaan untuk menempati posisi strategis.

Mau tidak mau pengetahuan tentang itu saya dapatkan karena pernah menjadi anak buahnya. Ya, rasa subyektif tetap muncul dalam sifatnya yang positif.

Singkat kata, mantan atasan tersebut diterima dan ditempatkan di cabang baru. Sampai akhir tugas, kinerja yang bersangkutan dinilai baik oleh manajemen.

Jadi, tidak ada salahnya mewawancarai mantan atasan tersebab proses lamaran, sepanjang memenuhi kaidah-kaidah profesionalitas yang ditetapkan. Subyektivitas akan tetap terlibat, asal menimbang kesesuaian dengan kriteria ditentukan. Sebaliknya, unsur ini dapat meningkatkan derajat kepercayaan.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun