Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sungkan

8 Juni 2020   06:26 Diperbarui: 8 Juni 2020   06:47 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pohon-pohon berkelebat berlarian dari balik kaca mobil. Pandanganku jauh terlempar melampaui batas cakrawala menerbangkan kegelisahan tidak berkesudahan. Aku bimbang.

Lamat-lamat ingatanku mengembara kepada masa silam, terhampar mata kuliah politik tentang kekuasaan. Menurut hampiran kelembagaan, kedudukan atau posisi seseorang diperoleh dari struktur sosial dan birokrasi untuk kepentingan mengemban tugas mulia tertentu.

Posisi tersebut akan mengusung status seseorang di mata umum, sebagaimana diterangkan oleh sosiolog Peter Blau, dimana status ialah posisi dalam masyarakat sesuai afiliasinya. Pada kenyataannya, status itu kerap disalahartikan dan kemudian melahirkan tindakan yang tidak patut ditunjukkan di hadapan publik.

Kemudian penyalahartiaan itu digunakan sebagai alat kekuasaan, yang dengan meminjam nalar Adam Kuper dan Jessica Kuper, bahwa dengan otoritas yang dimilikinya seseorang bisa berkuasa terhadap orang lain. Padahal otoritas --tepatnya posisi atau kedudukan-- dimaksud diperoleh karena ia berada dalam suatu kelembagaan, birokrasi, lembaga, parlemen, politik atau organisasi lainnya.

Dalam keadaan tertentu, kekuasaan itu digunakan untuk memaksa dan memerintah orang lain yang dipandang inferior demi memenuhi kehendaknya. Pemaksaan kehendak yang kemudian menabrak kesepakatan bersama atau aturan-aturan untuk kepentingan umum demi memenuhi kepentingan pribadi dan memperkaya diri.

Adalah seorang sahabat yang beruntung menjabat sebagai anggota parlemen. Suatu ketika dalam sebuah perjalanan pulang kantor, beliau "memerintahkan" kepada seorang anggota Polisi Lalu Lintas untuk menyingkirkan kerucut pembatas agar kendaraannya bisa menerabas kemacetan.

Sesuai tugas, polisi tersebut menolak permintaan itu. Namun kemudian bergegas menuruti perintah setelah ia mengetahui orang yang menyuruhnya adalah anggota dewan yang terhormat.

Aku datang ke kota ini bukan karena status sahabatku sebagai anggota parlemen. Bukan!

Posisi terhormat itu sudah lama ditanggalkannya. Berganti status menjadi orang paling berkuasa di kota itu. Rudolfo sekarang menduduki posisi sebagai Bupati Kepala Daerah Kota Makmur.

Ada tugas khusus yang membawaku untuk menemuinya. Juga kepentingan tersendiri yang harus kusampaikan kepada Rudolfo sebelum orang lain melakukannya . Kedekatan dan persahabatan masa lampau merupakan keuntungan tersendiri yang lantas mendorongku untuk itu, kendati sebaliknya aku merasakan keengganan yang sangat dalam melakukannya. Ia dulu telah banyak berjasa dengan membantuku waktu masih kuliah.

Kegelisahan dalam perjalanan timbul akibat perasaan tidak enak hati --sungkan-- untuk meminta kerelaan Rudolfo pada saat ini. Tetapi apa boleh buat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun