Suatu saat saya makan malam dengan salah satu kolega di rumah makan, yang selain menyajikan menu ayam, daging dan ikan juga menyediakan aneka olahan sayur dan lalapan. Turut serta anak saya yang waktu itu kelas 10 (kelas 1 SMA versi zaman dulu).Â
Kolega saya takjub melihat sang anak dengan lahap nambul (menggado tanpa nasi) tumis sayur kangkung dan lalap daun mentah (salah satunya adalah daun poh-pohan, sejenis tanaman perdu yang banyak tumbuh di pegunungan). Lauk lainnya disantapnya dengan suka cita, kecuali jengkol dan petai.
Ketakjuban tersebut disebabkan oleh pemikirannya, bahwa anak zaman sekarang sulit berdamai dengan masakan selain ayam goreng dan daging empal apalagi sayuran.Â
Diceritakan, bahwa putranya yang seusia putri saya hanya bisa makan ayam goreng juicy, olahan daging yang tebal, dan burger, sama sekali tidak mau makan sayur. Giliran saya yang takjub.
Terinformasi, bahwa anak yang tidak suka sayur berpotensi mengalami gangguan kesehatan langsung bahkan penyakit kronis di masa depan. Menukil dari laman parenting.orami.co.id dampak yang diperkirakan terjadi adalah:
- Kurangnya sumber serat dari sayuran yang akan mengganggu proses pencernaan.
- Kelebihan berat badan, akibat kelebihan mengonsumsi lauk pauk dan nasi sebagai pengganti energi dari sayur.
- Kurang Gizi. Sayur memiliki kandungan mineral, zat besi, vitamin, dan kalsium yang tidak bisa digantikan oleh sumber pangan lainnya.
- Risiko Penyakit Kronis. Sayur kaya akan antioksidan yang bisa mencegah penyakit serta memperbaiki sel dan jaringan tubuh yang rusak. Dalam jangka panjang anak akan rentan terserang penyakit kronis, seperti: diabetes, gangguan jantung, dan kanker.
Kemudian kolega saya bertanya, bagaimana cara membuat anak suka makan sayur? Sayapun menjelaskannya berdasarkan pengalaman, sebagai berikut:
Kenalkan Sayur Sejak Dini
Setelah berumur enam bulan, anak saya diperkenalkan pada Makanan Pendamping ASI (MPASI). Waktu itu ada pengasuh bayi yang, menurut saya, luar biasa perhatian.
Ia membuat MPASI dari campuran karbohidrat, sayuran, dan sumber protein yang dihaluskan dan disaring. Semua makanan bayi dibuat sendiri bukan dari makanan bayi instan yang banyak dijual di pasaran, kecuali biskuit untuk bayi.Â
Menurut sang pengasuh bayi, makanan bayi instan hanya sedikit mengandung sayuran dan terdapat bahan kimiawinya. Karena itu ia lebih suka membuat secara alami. Peranan sang pengasuh bayi yang telaten cukup berpengaruh.
Bila masanya sudah terlewat, simak tips selanjutnya.
Setelah cukup besar dan bisa makan makanan kasar (tidak dihaluskan) anak saya dibiasakan makan sayur kesukaannya, seperti wortel, buncis dan brokoli. Â Sayuran tersebut sudah menjadi asupan sejak bayi, sehingga rasanya --bisa jadi-- masih diingatnya.Â