Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Penentu agar Terhindar dari Kerugian

17 Mei 2020   04:00 Diperbarui: 17 Mei 2020   03:56 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang bekerja mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, dengan menjadi pegawai maupun wirausahawan. Mencari nafkah menyita waktu sedikitnya delapan jam sehari, sedangkan sisanya digunakan untuk bercengkrama dengan keluarga, bersosialisasi, refreshment (makan, minum, mandi) dan beristirahat untuk recovery.

Saya akan mengambil misal diri saya sendiri agar tidak menyinggung siapapun.

Pertama kali bekerja, saya berada dalam kondisi ideal: sepertiga waktu berkerja; sepertiga waktu: bersosialisasi, perjalanan pulang pergi ke tempat kerja, refreshment; dan sisanya untuk bercengkerama dengan keluarga, beribadah dan tidur.

Pekerjaan berikutnya menjadikan saya generalis dan multi-tasking, mengingat kompleksitas pekerjaan. Belakangan saya menjalankan usaha sendiri, dimana sebagian besar waktu digunakan untuk menangani proyek di beberapa kota berlainan sekaligus. Konsekuensinya, waktu dihabiskan untuk keliling ke setiap tempat untuk mengawasi.

Dengan itu, apakah kemudian waktu bekerja menjadi lebih panjang dengan mengorbankan waktu lainnya? Ya benar, ibadah dilakukan lebih terburu-buru, waktu istirahat berkurang dan waktu berkumpul dengan keluarga semakin jarang.

Kesibukan menyita waktu sehingga tidak dikenal tanggal merah atau hari libur, kecuali hari-hari di sekitar hari raya, kemerdekaan RI dan pergantian tahun. Beruntunglah pada saat kesibukan memuncak, Sang Maha Penyayang menganugerahkan sakit kronis yang membuat saya berhenti sekaligus dari kesibukan tersebut.

Belakangan saya berusaha memaknai sebuah surat pendek dalam Al-Qur'an yang diyakini berhubungan dengan kasus saya. Sebuah kitab kuno menafsirkan surat Al-'Asr, surat ke-103 Al-Qur'an dan terdiri dari tiga ayat, sebagai berikut (dikutip sebagaimana ejaan aslinya):

Dengan nama Allah, Pemurah, Penjajang

  1. Perhatikanlah masa.
  2. Sesungguhnja manusia itu didalam kerugian.
  3. Ketjuali orang jang ber-iman dan ber'amal baik dan berpesan-pesan pada mendjalankan keshabaran. )*

)* Manusia hidup dalam masa. Masa itu penting. Rugilah manusia jang liwatkan masanja dengan tidak mengerdjakan kebaikan baginja dan bagi pergaulan.

(Al-Furqan, tafsir Qur'an, oleh A. Hassan, dicetak di Surabaya, 1956)

Beberapa ahli menafsirkan masa sebagai umur manusia. Demi masa atau memperhatikan perjalanan manusia di sepanjang umur itu, apakah digunakan untuk kegiatan yang menghasilkan kebaikan atau kerugian? Kecuali bagi mereka yang memenuhi empat hal penentu: beriman, beramal baik dan berpesan-pesan dalam kebaikan (saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran).

  1. Beriman, berarti segala perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bersumber dari hati dan pikiran logis.
  2. Beramal baik, melakukan perbuatan kebaikan lahir batin sesuai tuntunan.
  3. Saling menasehati dalam kebenaran, yakni saling mengingatkan, mendorong, menyemangati untuk melakukan keimanan dan beramal shaleh.
  4. Saling menasehati dalam kesabaran, yaitu saling mengingatkan agar sabar untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, sabar menjauhi maksiat dan sabar menghadapi takdir Allah, dalam kegembiraan maupun penderitaan.

Syaikh As Sa'di rahimakumullah menerangkan, "iman dan amal shaleh adalah untuk menyempurnakan diri, sedangkan saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran adalah untuk menyempurnakan orang lain." (sumber).

Kesimpulan

Ternyata selama ini masa atau waktu saya sia-siakan untuk kesibukan-kesibukan dengan melalaikan keempat penentu tersebut sehingga saat ini mengalami kerugian kehidupan duniawi. Kesibukan yang keterlaluan dalam pekerjaan sehingga kurang ketaatan, beramal shaleh, menyerempet maksiat dan perbuatan lain yang melunturkan keimanan.

Beruntung kesibukan tersebut terhenti. Sekarang berharap masih diberi kesempatan untuk melakukan penyempurnaan ke dalam diri dan, insyaallah, penyempurnaan kepada orang lain.

Maka oleh karena itu, jangan terlalu sibuk berlebihan dalam mengejar keduniaan sehingga melalaikan empat penentu --beriman, beramal baik, saling menasehati dalam kebenaran, saling menasehati dalam kesabaran-- agar manusia terhindar dari kerugian dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Insyaallah.

Dunia bukan hanya tentang mencari nafkah, membangun rumah dan menikmati segala pencapaian, tetapi kehidupan dunia merupakan tempat berpijak untuk kehidupan berikutnya, akhirat.

Di atas segalanya, bukankah puncak kesibukan paling sibuk sesibuk-sibuknya adalah waktu manusia menghadapi sakaratul maut?

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun