Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen (IL) Milikku untuk Selamanya

28 Maret 2020   19:01 Diperbarui: 28 Maret 2020   19:14 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Jess Foami dari pixabay.com

Diusap-usapnya wajah pualam itu dengan penuh kelembutan. Dielusnya rambut panjang bergelombang kehitaman mewangi melati. Tersenyum, ditelusurinya keindahan yang terpancar dari sosok yang terbaring berselimut kedamaian di atas peraduan sepi. Damai dan amat tenang.

Setelah sekian lama, baru kali ini ia bisa memeluk erat wanita yang sangat dicintainya. Kerinduannya demikian memuncak. Mungkin sembilan bulan, bahkan setahun terakhir ia tidak pernah mendekapnya selekat ini.

Niko membongkar ingatan terpendam selama itu. Kenangan yang kemudian menjadi rahasia mereka berdua, tersimpan di sekat-sekat kelam terdalam pada diri masing-masing.

Persoalan-persoalan hidup menyelubungi hubungan suami istri menjadi buram, muram seperti rumah lembab terjepit dalam gang sempit.

Hanya rumah itulah yang bisa mereka peroleh, selain dekat dengan kawasan perdagangan, harga kontrakannya pun paling terjangkau.

Nita adalah pelayan toko di daerah Mangga Besar. Pekerjaan itu yang bisa didapatnya setelah ia bersikukuh mencari uang. Dengan berat hati Niko mengijinkan istrinya mengambil alih posisi sebagai pencari nafkah pasangan yang belum dikaruniai anak tersebut.

Lebih dari setahun, Niko mempunyai penghasilan nihil setelah kantornya melakukan pengurangan karyawan. Pada awal dirumahkan, ia masih bisa mengandalkan uang pesangon. Lama-kelamaan tabungan yang dimilikinya menyurut tanpa pemasukan.

Tidak terhitung banyaknya lamaran dilayangkan, tak satupun ikan menyangkut pada kail yang ditebarnya ke samudra lowongan. Niko pontang-panting bekerja serabutan, namun tiada kekuatan memadai untuk menyangga atap rumah tangga yang mulai keropos.

Di tengah kegelisahan melawan ketidak berdayaan, tersembul noktah harapan. Istrinya mendapat tawaran pekerjaan sebagai pelayan toko. Nita berijazah SMA, berpenampilan menawan juga ramah, merupakan dasar kelayakan menjadi pekerja pengganti.

Niko keberatan, karena ia merasa masih memiliki kemampuan untuk bekerja. Alasan lain, yang tidak terucap, adalah pesona Nita, yang pernah meluluhkannya pada awal pertemuan mereka. Ia khawatir pesona itu berpotensi menjadi daya tarik bagi kumbang-kumbang hitam liar penghisap melati.

Penghasilan Nita dari bekerja sedikit demi sedikit menambal kebocoran finansial yang koyak moyak. Niko mau tidak mau menerima kenyataan itu, kendati rasa was-was dan percik-percik bara api tak beralasan meletup-letup di dada. Sebagai kepala rumah tangga ia tidak bisa membuktikan apa-apa.

Berita baiknya, tidak sampai matahari tenggelam Nita telah pulang ke rumah. Sehari-hari Niko membereskan rumah, memasak sebisanya dan menghabiskan sebagian besar waktu dengan para pengangguran di pos ronda depan gang, membualkan khayalan hampa.

Belakangan Nita lebih sibuk. Ia kerap pulang setelah Isya, bahkan beberapa kali tiba di rumah hingga tengah malam.

"Banyak pekerjaan! Lembur hingga toko tutup jam sepuluh", jawab Nita singkat menepis interogasi Niko, yang lantas terpaku senyap menatap istri yang sangat dikasihinya membersihkan muka.

Akhir-akhir ini Niko berprasangka, merasa istrinya berdandan berlebihan dan wangi teramat menyengat, tubuh mulusnya disiram parfum lebih banyak daripada sebelumnya.

Untuk kesekian kalinya, Niko bertanya, "pulang jam berapa hari ini? Aku akan menunggumu untuk makan malam".

"Makan saja duluan, aku tidak pernah tahu pulang jam berapa", jawab Nita, singkat. Maskulinitas Niko memudar.

Malam itu Niko sulit memicingkan mata. Seperti malam-malam sebelumnya, benaknya berkecamuk memikirkan ketidak-perkasaannya menghadapi kenyataan istrinya terpaksa menjadi tulang punggung keluarga.

Dipandangnya Nita yang tubuh eloknya masih menghamburkan harum dan pulas segera setelah membersihkan muka, memunggungi.

Lamat-lamat dilihatnya bibir mungil yang menyunggingkan senyum diantara lelah yang lelap, dan mengigau.  Niko mendekatkan telinga, menyimak seksama.

"Benarkah? Ya! Tidak salah lagi", batinnya. Niko samar-samar mendengar Nita membisikkan nama seseorang.

Senyum itu masih mengambang, kedamaian memancar. Suara-suara ceracau telah hening.

Niko mencabut sebuah belati dari dada Nita, kemudian diarahkan ke dadanya sendiri.

"Mulai sekarang, engkau menjadi milikku untuk selamanya.....".

Bergetar lirih menahan rintih, Niko mendendangkan lagu,

Lately, I have had the strangest feeling
With no vivid reason here to find
Yet the thought of losing you's been hanging
'Round my mind

Far more frequently you're wearing perfume
With you say no special place to go
But when I ask will you be coming back soon
You don't know, never know

~~Selesai~~

Catatan: Cerpen ini terinspirasi dari lagu "Lately" dipopulerkan oleh Stevie Wonder.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun