Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fatalisme Menghadapi Covid-19

23 Maret 2020   19:03 Diperbarui: 23 Maret 2020   19:28 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Bogor ditetapkan sebagai klb (kejadian luar biasa) penyebaran virus corona, saya menerapkan social distancing: mengurangi kegiatan yang bersinggungan dengan orang lain, kalaupun  berinteraksi menjaga jarak aman dengan lawan bicara, tidak bersalaman,  rajin mencuci tangan dan seterusnya.

"Baca juga tentang social distancing: Corona dan Kunjungan Tamu"

Pun ketika terpaksa harus keluar rumah, saya menggunakan masker pelindung sebagai antisipasi terhadap paparan virus corona.

Pada saat keluar rumah, saya bertemu dengan kerumunan orang di warung kopi yang terpana melihat saya sebagai mahluk dari planet lain. Seseorang lalu bergurau, "pakai masker segala, takut amat sih?. Kalau sudah takdir, sakit dan mati bisa kapan saja".

Menyikapi sindiran tersebut tersebut saya menyampaikan pandangan, sebagai berikut:

Penyakit dan kematian akibat virus corona telah menimpa umat manusia seluruh dunia sehingga covid-19 ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO. Hampir semua negara berjuang dan berperang melawan wabah tersebut. Suka tidak suka, pemerintah Indonesia menerapkan protokol penanganan covid-19. Termasuk di dalamnya adalah pengurangan penyebaran dengan gerakan social distancing.

Gerakan itu telah meluas diikuti warga dunia. Menurut hemat saya, menjaga semampunya agar tidak terpapar, kemudian melawan penyebaran covid-19 adalah ikhtiar yang pantas dipatuhi.

Sebelum takdir,  yang tidak diketahui perwujudan maupun waktu kedatangannya, terlebih dahulu kita berikhtiar untuk tetap semangat, menjaga kesehatan, berpikir positif, menghindari ihwal mencelakakan, mencegah penyakit, mengurangi penyebaran wabah. Jikalau takdir datang juga, dimana penyakit atau kematian menghampiri, maka kita bisa menyongsongnya dengan hati lapang.

Berbeda dengan sikap segelintir orang yang meremehkan peringatan kegentingan yang telah mendunia tersebut, yang menyerahkan nasib kepada takdir.  Bukan pasrah, tetapi sekelompok orang itu bisa dikategorikan sebagai penganut fatalisme.

Fatalisme mengacu kepada paham dimana seseorang cenderung menyerah pada keadaan dan merasa putus asa menghadapi persoalan hidup tanpa usaha. Ia menyerah begitu saja pada garis takdir dan meyakini tidak akan bisa mengubahnya (dikembangkan dari Wikipedia).

Hidupnya datar, tidak peduli pada krisis dan tidak mau berikhtiar. Biasanya keluarannya akan berupa sikap menyerah, antipati bahkan pemberontakan secara irasional terhadap keadaan.

Pandemi covid-19 adalah persoalan hidup yang sangat pelik dan pada saat ini umat manusia di seluruh dunia berjuang keras melawannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun