Sejak ditetapkannya pandemi covid-19, kesadaran untuk melakukan social distancing terus digaungkan.
Dengan itu, dharapkan timbul pemahaman diri di masyarakat untuk menghindari, berhati-hati dan melakukan kegiatan yang aman dalam rangka mengurangi penyebaran penyakit akibat novel coronavirus tersebut.
Karena satu dan lain hal, saya selama lebih dari setahun terakhir ini banyak melakukan kegiatan di rumah. Koneksi internet menjadi sarana untuk membuka jendela dunia, melalui browsing dan melakukan komunikasi via medsos. Selebihnya, bergaul di sekitar lingkungan setempat.
Beberapa teman datang berkunjung seperti biasa. Salah satunya, tiga bulan belakangan, bertamu paling tidak seminggu sekali. Kadang dua kali dalam seminggu. Betapa senangnya kedatangan teman.
Sebutlah nama teman itu Fulan.
Menjadi persoalan ketika setiap datang, Fulan betah berkunjung --rerata-- dari pukul 11 siang sampai pukul 4 sore. Lima jam? Apa kegiatannya yang lain? Saya tidak menanyakannya secara detil.
Satu dua kali merasa senang mendapat kunjungan penuh persahabatan dari seorang teman. Namun lama-kelamaan durasi waktu yang terlalu panjang untuk berkunjung telah menyita kesempatan menulis, dan beristirahat bagi orang seusia saya.
Saya sudah mengingatkan dengan bahasa halus, misalnya bertanya, "terus mau kemana lagi setelah ini?" Atau, "gak ada kegiatan lain nih?"
Atau yang lebih lugas, "maaf, saya mau meneruskan kegiatan menulis" dan sebagainya.
Tetapi Fulan rupanya tidak sensitif kemudian "tersentuh hatinya" agar tidak berlama-lama, menyia-nyiakan waktu selama itu.
Dengan adanya himbauan social distancing, saya punya dalih agar Fulan tidak terlalu lama berkunjung dan menjaga jarak dengan orang lain demi menjaga potensi penularan penyakit covid-19.