Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prakarsa Kebaikan yang Menghasilkan Kebaikan

14 Februari 2020   19:19 Diperbarui: 14 Februari 2020   19:29 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi: penyerahan hadiah Event Widz Stoops Anniversary kepada Umi Jumat (14/02/2020)

Saya tidak akan pernah mengira, artikel "Umi Penjual Nasi Uduk, Cari Untung atau Buntung?" masuk dalam Top 5 dalam Event Widz Stoops Anniversary yang diselenggarakan oleh Kelompok Penulis Bersama (KPB) di Kompasiana.

Tulisan tersebut dibuat dalam situasi terburu-buru demi mengejar tengat waktu ditentukan, kurang dari dua jam. Bagi Kompasianer lain, mungkin dibutuhkan 15 menit atau kurang --bahkan setarikan nafas-- untuk menulis sebuah artikel.

Hadiah dari KPB telah diserahkan kepada Bu Mulyati "Umi" (72 tahun) pada Jumat (14/02/2020) pagi. Beliau terkejut menerimanya dan sangat berterimakasih kepada Mbak Widz Stoops atas kebaikan yang tulus.

Sesungguhnya, artikel ini bukan membahas tentang seremoni penyerahan hadiah atau genangan di mata Umi sesudahnya. Tetapi mengenai jawaban dari pertanyaan dalam artikel terdahulu: dari mana uang untuk memutar usaha Umi? Mengingat kebiasaannya "berbagi" kepada mereka yang lebih susah.

Ternyata tidak dapat diterangkan melulu melalui perhitungan finansial, misalnya dengan pendekatan arus kas, dimana pada satu periode usaha warung nasi uduk dan gorengan itu akan mengalami defisit alias tidak mampu menutupi pengeluaran.

Persepektif lain

Saya percaya, pada suatu masa yang tidak diketahui, Sang Maha Pemilik Kerajaan Bumi dan Langit menciptakan alam semesta beserta hukum-hukumnya, yang diturunkan melalui kitab-kitab, penemuan (invensi) manusiawi, inovasi, dan lainnya secara tertulis maupun tidak.

Salah satu ketetapan adalah mengenai hukum tarik-menarik. Hukum ini menerangkan, bahwa suatu gelombang (frekuensi) keinginan akan menarik perwujudan dengan gelombang yang serupa (kebaikan = rejeki, keburukan = kerugian, dst.). "Kemiripan menarik kemiripan". (sumber)

Tentu saja, Umi tidak mengambil rujukan dari Rhonda Byrne dengan The Secret-nya, tidak juga melahap buku-buku "rahasia" motivasi lainnya.

Ia hanya meneladani perilaku dan mengikuti ucapan almarhum suaminya, "berbuat baik kepada orang lain, tidak usah itungan. Percayai, bahwa rejeki akan selalu ada".  Amanat itu melekat sepanjang hidupnya, termasuk dalam mengelola usahanya yang menurut hitungan teoritis akan merugi. Hadirnya hadiah di tangannya merupakan salah satu wujud tak terduga dari berlakunya hukum tarik-menarik, dimana gelombang kebaikan --yang kemudian-- menarik (d.h.i. mendatangkan) kebaikan serupa.

Kegiatan literasi di atas, bukan sekedar perayaan atas sebuah momentum, tetapi merupakan pengejawantahan dari  kebaikan. Ia adalah prakarsa untuk menggelombangkan kebaikan kepada orang lain, yang pada waktunya akan menggema kepada inisiatornya.

Gagasan itu telah menempuh jalan berliku untuk mewujudkan frasa "kebaikan yang menghasilkan kebaikan", dimana di dalamnya terjalin koneksitas antar pelaku yang tidak saling mengenal, jaring rumit dan jarak yang tidak terpikirkan.

Andai Menjadi Model?

Jika gagasan tersebut menjadi model hubungan antar insan di bumi Pertiwi, dan mengikis sikap saling memandang secara negatif, maka akan muncul pula gelombang kebaikan, berikut keterhubungan positif lainnya (apresiasi, penghormatan, kasih-sayang). Terbayang, pelangi kedamaian merebak di Nusantara setelahnya.

Kebaikan yang menghasilkan kebaikan kepada orang lain. Orang lain pun akan memancarkan kebaikan bagi orang lain pula. Demikian seterusnya, sehingga titik lingkaran kebaikan menggelombang tanpa henti, lalu menggema kepada penggagas, sebagaimana disitir dari pernyataan berikut:

"Berbagi kebaikan itu tidak harus berupa uang dan kebaikan itu bagai sebuah lingkaran, jika titik kebaikan itu dimulai darimu, percayalah satu saat nanti titik itu akan kembali kepadamu!" (Daddy, "Titik Lingkaran Itu Akan Kembali ke Asalnya").

Prakarsa kebaikan atau keterhubungan positif lain yang menjadi titik dari lingkaran itu, seyogyanya, dilakukan dari diri sendiri dan setiap saat, tidak terpaku pada momentum perayaan Hari Valentine  saja.

Seandainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun