Langit dikurung awan-awan muram, mencurahkan hujan deras merajam punggung aspal. Tidak butuh lama jalanan basah, yang pada sebahagiannya ditutup genangan.
"Pyaaaar....!" roda depan sebuah sedan Jerman menerjang genangan, menyemburatkan air mengarah ke halte, tempat berteduh saat hujan tiba-tiba turun, yang dipenuhi para pengendara sepeda motor tak berjas hujan.
Aku terdiam saja, pasrah diguyur air jalanan, menatap kosong pada kendaraan abu-abu melaju cepat.
Tidak dengan pengendara lain, yang serempak meneriakkan sumpah serapah merutuk sepasang manusia di dalam mobil
Rasa dingin merayap. Resah berbelit-belit menyesaki pikiran ruwet.
Masih melekat dalam ingatan, kemarin pagi, "Sudah tahu musimnya, ya mbok siapkan jas hujan!". Aku menunduk diam, diceramahi atasanku karena telat masuk kantor.
"Ini sudah yang kesekian kalinya kamu terlambat...!" lanjutnya, meluapkan amarah lambat ditahan. Pulangnya, tanpa menunda, kubeli satu stel jas hujan.
Keesokan harinya aku demikian terbirit-birit berangkat, jas hujan baru dibeli tertinggal di atas meja, tidak kusimpan ke dalam bagasi sepeda motor.
Aku mengumpat, menyesali kecerobohan yang berulang-ulang.
Untunglah awan mendung tidak menumpahkan hujan, sehingga tidak merintangiku hadir tepat waktu di kantor.
Setelahnya, kali ini setengah hari kerja, aku bergegas menjemput seorang wanita yang belum lama kukenal. Yah... kurang lebih seminggu lalu.