Setelah hidup berumah tangga, sambil bekerja saya mendirikan lembaga swadaya masyarakat (LSM), terinspirasi dari Non-Government Organization (NGO) di luar negeri. Sedikit banyak, gagasan itu timbul setelah membaca akar civil society (societes civilis) dari Cicero (106-43 SM) dalam filsafat politiknya. Hehehehe.
Idealisme organisasi nirlaba ini adalah: mengumpulkan anggota yang seminat, pertukaran ide antar anggota, pemberdayaan masyarakat sekitar, kegiatan sosial dan lainnya.Â
Organisasi itu juga bukan seperti kapitalisme merkantilis yang diintrodusir Belanda, namun didirikan oleh sekumpulan orang dengan minat, kepentingan, hobi, dan kegiatan yang sama. Untuk itu dibentuk AD/ ART, lalu didaftarkan pada pemerintahan setempat.
Jauh setelah itu, saya direkrut menjadi anggota sebuah ormas, yang menurut pengertian saya semula adalah LSM atau civil society nirlaba seperti biasa. Seragam loreng menjadikan saya bergas, gagah, disegani (tepatnya: ditakuti) masyarakat awam.
Kebanggaan menyemai ketika berjalan di keramaian, sampai kemudian ada "perintah dari komandan" untuk mengedarkan proposal penggalangan dana. Lho?
Proposal yang "menodong" pengusaha-pengusaha sekota kecil itu untuk menyumbang, kalau tidak akan "dimusuhi". Saya merasa terkooptasi. Kegiatan ormas berseragam loreng itu berlawanan dengan nurani. Lalu Saya menyingkir, menyisakan seragam loreng tersimpan sampai hari ini.
Berhadapan Langsung dengan Ormas
Saat mengelola cafe semi fine dining, yang menjual F&B --termasuk minuman beralkohol resmi-- dan live music, saya pernah berhadapan dengan ormas yang ngamuk memecahkan neon sign bir ***t*** serta merusak bagian depan bangunan.
Menurut tiga serangkai pengacara ormas tersebut, yang merupakan pelanggan cafe itu, motivasinya adalah UUD (ujung-ujungnya duit) yang mesti disetor setiap bulan.Â
Sementara itu, "daerah merah" Tanah Abang bongkaran dan cafe yang ada di dekat markas pusatnya tidak disentuh, karena dikuasai H yang dibawa dari wilayah timur oleh seorang jenderal.
Berikutnya, menggeluti bidang konstruksi. Berhadapan dengan soal teknis (administrasi, pemahaman gambar, aplikasinya, pelaporan, penagihan, dan pemeliharaan) dan non-teknis (menghadapi dinamika pekerja, birokrat, aparat, warga, dan ormas).
Ormas yang dihadapi bisa berjumlah dua sampai delapan buah, tergantung daerahnya. Anggota yang dibawa bisa berjumlah, dari belasan orang sampai puluhan orang.