Bau keringat, bau tanah, bau solar, bau matahari melekat rapat di benak. Kadang jika Ayahnya pergi lama, Ibu akan menyelimuti Rizky dengan pakaian Ayah yang belum sempat dicuci agar tidur tidak gelisah.
Kali ini Ayah perginya amat lama, tidak seperti biasanya. Mungkin benar, Ia sangat sibuk, sedang mencari uang untuk Ibu, yu Anti, Rizky dan Nenek. Juga mencari banyak uang untuk membeli sepeda mini warna biru impiannya.
Rizky kangen ayah, mengidamkan bau tubuhnya, rindu kepada rengkuhan hangatnya yang sambil mengacak-acak rambut jabriknya.
Sengatan siang terasa amat menyengat, badan mungil menghangat, sinaran surya menyirami kepala ringkih. Rizky merasakan hidungnya meleleh, cairan menyungai menuju bibirnya. Rasanya asin.
Disekanya cairan kental itu dengan telapak tangan kiri. Memerah. Darah!
Yu Anti terperanjat mendengar sebuah teriakan, lalu bergegas menopang Rizky yang sempoyongan hendak jatuh. Dilihatnya darah mengucur dari hidungnya. Ia pun berteriak sejadi-jadinya, memanggil ibu dan neneknya.
"Rizky berdarah! Tolong...tolong...toloooong...!!!"
Hampir bersamaan, Ibunya, Neneknya menghambur dari dapur ke halaman depan. Ibu Rizky membopong menuju tempat tidur, disekanya limpasan darah di lubang hidung, mulut dan sebagian leher. Neneknya mengambil daun sirih.
Setelah baju yang ternoda darah diganti kaos oblong, Rizky berbaring dikompres air hangat, hidungnya disumpal dengan daun sirih yang telah digulung-gulung seperti rokok klobot kakeknya yang telah tiada.
Untuk sementara perdarahan berhenti. Ya! Rizky mimisan! Bukan sekali ini saja Ia mengalami pecah pembuluh halus di hidung, tetapi sebelumnya Ia sudah pernah mimisan beberapa kali. Bahkan yang terakhir kali, Ayahnya membawa Rizky ke rumah sakit.
Rizky sesenggukan mengingat itu, apalagi sekarang ditambah perasaan tidak nyaman menjalar di seluruh badan. Tubuhnya sedikit meriang, meradang.