Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Badan Besar Belum Tentu Berjiwa Sehat

13 Januari 2020   12:47 Diperbarui: 13 Januari 2020   12:57 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang teman, sebutlah bernama Rudolfo, adalah seorang pengusaha besar untuk ukuran kota kecil di tempat kami tinggal. Ia seorang pemborong kawakan yang lebih dari dua dekade fokus pada usaha konstruksi, umumnya proyek pemerintah daerah setempat.

Karena ketokohannya, Rudolfo menjadi ketua Dewan Pimpinan Cabang sebuah asosiasi pengusaha konstruksi di kota tersebut. Jabatan itu sangat menguntungkan, dengan itu ia punya kedudukan istimewa dalam pergaulan diantara sesama pengusaha konstruksi maupun di kalangan Kepala Dinas pemberi proyek.

Selain itu, Rudolfo juga besar dalam arti harfiah. Postur tubuh setinggi lebih dari 180 sentimeter ditambah ukuran badan besar membuatnya "raksasa" yang menonjol dalam pergaulan. Kelebihan fisik itu menjadikannya seorang pemain basket sejak jaman masih bersekolah. Tapi kemampuan tersebut berhenti hanya sebagai hobi.

Di balik kedudukan sosial yang besar dan postur tubuh yang tinggi besar, Rudolfo memiliki kelemahan-kelemahan manusiawi. Di antaranya, mudah--setidaknya merasa mudah--terserang penyakit. Apalagi pada masa mendapatkan proyek-proyek.

Ada saja penyakit yang tiba-tiba diderita, dari mulai pusing, terkapar di tempat tidur atau bahkan masuk Unit Gawat Darurat Rumah Sakit. Tim medis UGD membolehkan pulang kembali setelah menanganinya selama beberapa waktu. Lantas ia berbaring berhari-hari di rumahnya.

Kebanyakan orang yang mengenalnya sudah mahfum dengan kebiasaan itu. Dan banyak temannya yang direpotkan dengan kebiasaan tersebut.

Menjelang, selama dan sesudah proyek, pokoknya segala hal berhubungan dengan proyek, umumnya ditangani oleh teman-temannya. Sementara ia enggan menggaji pegawai atau mengupah tenaga profesional untuk membantu usahanya.

Ada saja teman-temannya yang bersedia menjalankannya dengan imbalan "mengerti sama mengerti". Atau dengan "menjual" paket-paket proyek yang diperolehnya dengan hasil keuntungan bersih sebesar 10 - 15 %, di bawah tangan.

Saya merupakan salah satu teman Rudolfo yang kerap dimintai tolong mengurus proyek. Apakah itu penyiapan administrasi dalam proses lelang, pengawasan kegiatan proyek, penagihan, dan menghadapi pemberi proyek.

Suatu ketika, Saya mengalami sakit asam urat yang menyerang sendi kaki sehingga meradang. Rasa sakitnya tidak tertahankan. Untuk itu, dokter menyarankan mengistirahatkan kaki sampai nyeri reda. Teman-teman cukup memaklumi penderitaan tersebut, karena Saya kerap mengalaminya.

Tetapi, Rudolfo menyuruh temannya yang menjadi sopir menjemput Saya untuk mengantarkan berkas --hard dan soft copy-- ke suatu kantor di tempat yang cukup jauh dari rumah Saya. Data dalam berkas tersebut diperlukan sebagai syarat mengikuti pelelangan proyek.

Alasannya, Rudolfo --sudah diduga-- sedang tidak enak badan, masuk angin, pegal badan dan lain sebagainya. Saya dipercaya mengantarnya karena mengerti tentang proses lelang. Padahal lelang melalui LPSE adalah hal yang mudah dipelajari. Masih banyak orang lain yang mengerti.

Saya terpincang-pincang memasuki mobil dan merasakan penderitaan sepanjang perjalanan. Kembalinya pun harus datang ke rumah Rudolfo untuk mengisahkannya dan memastikan bahwa proses lelang telah berjalan lancar.

Di rumahnya, sambil menunggu Rudolfo bangun, berbincang dengan istri Rudolfo yang terheran-heran melihat Saya meringis menahan sakit dan berjalan terseok-seok.

Mengetahui Saya sedang menderita penyakit asam urat, istrinya berkata, "Kalau saja si bapak (Rudolfo) yang sakit seperti itu pastilah mengeluh sedemikian rupa sehingga merepotkan orang serumah. Kok Anda tidak mengeluh sedikitpun walaupun merasakan nyeri yang luar biasa?"

Saya menjawab, "Bu, jika mengeluh bisa menyembuhkan penyakit ini, maka akan Saya akan membeli "mengeluh" itu, berapapun harganya..."

Rupanya mengeluh merupakan penyebab sakitnya. Misal, menghadapi kerumitan sebagai konsekuensi pekerjaan ia akan merasa sakit, mungkin kondisi psikologis yang menyebabkannya bukan semata-mata kelemahan fisik. Kegiatan lain, yang seharusnya bisa ditangani sendiri iapun cenderung menggunakan tangan orang lain.

Demikian pula dalam pemenuhan keinginan, Rudolfo tidak melihat situasi kesulitan yang sedang dihadapi seseorang, sementara opsi atau alternatif lain masih mungkin. Lebih suka mengandalkan energi orang yang bisa dimanfaatkan.

Dalam kasus di atas, kedudukan sosial yang "besar" dan fisik besar bukanlah jaminan sebagai orang yang berjiwa besar dan sehat.

Tubuh dan pikiran akan tetap sehat, jika tidak dipaksa untuk menyesali masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan. Cukup hadapi saja persoalan hari ini dengan bijak -- Budha. Sumber.

Catatan: nama disamarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun