Dengan otonomi, maka pelayanan hukum (dalam hal ini tetap tunduk dan mengacu kepada UU pusat) dan publik bisa makin merata., serta pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara mandiri.
Lebih dari dua dekade otonomi daerah dilaksanakan, sehingga terdapat lebih dari 500 pemerintah daerah berupa provinsi, kabupaten, dan kota. Dan selama itu telah menjadikan kepala daerah sebagai "raja-raja kecil" di daerah.
Raja kecil itupun menggunakan kekuasaannya, dan pengelolaan atas keuangan, untuk memajukan daerah masing-masing. Tetapi tidak sedikit yang melihat celah-celah penyalahgunaan APBD, baik secara "kasar" maupun "halus".
Korupsi kepala daerah secara "kasar" dilakukan dengan cara-cara yang mudah dideteksi dan dibuktikan oleh KPK atau lembaga hukum lainnya (seperti Tipikor). Hal inilah yang membuat OTT kerap terjadi.
Sedangkan korupsi "halus" dilakukan oleh kepala daerah dengan instruksi tersirat, bukan tersurat.
Korupsi tersurat seperti dilakukan aparat pemerintah suatu kabupaten berlokasi dekat Jakarta yang mencatat "setoran" atau suap proyek di data komputer, beberapa tahun lalu, sehingga menjadi alat bukti kuat suatu tindakan penyuapan.Â
Suap proyek tersebut bernilai puluhan miliar dan menyangkut 200-an orang pemborong atau kontraktor di Tipikor Jawa Barat.
Oleh karenanya, dalam berkomunikasi mereka lebih suka menggunakan bahasa lisan daripada tertulis. Lebih suka menggunakan telepon seluler jadul daripada gawai Android yang mudah disadap. Saya pernah membelikan seorang pejabat daerah sebuah telpon genggam kecil model lama agar tidak bisa disadap.
Dan bahasa berkode-kode serta cara-cara lainnya yang diperkirakan tidak kentara di pandangan orang lainnya. Demikian agar kelak tidak bisa menjadi alat bukti bagi aparat penegak hukum anti rasuah. Ini yang sangat mengkhawatirkan.
Dihitung dari ringkasan APBD seluruh daerah di Indonesia pada tahun 2017, terdapat realisasi belanja modal (pengadaan barang dan jasa atau proyek) senilai Rp. 222,098 triliun.Â
Dari jumlah itu diperkirakan terjadi potensi kebocoran anggaran akibat korupsi "kasar" maupun "halus" senilai Rp. 15,55 triliun per-tahun. (selengkapnya dapat dibaca disini).