Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

OTT Perdana KPK dan Raja Kecil di Daerah

8 Januari 2020   09:33 Diperbarui: 21 Januari 2020   12:07 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah saat mengunjungi rumah produksi tahu di sentra industri Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (26/11/2019) [KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN]

Dengan otonomi, maka pelayanan hukum (dalam hal ini tetap tunduk dan mengacu kepada UU pusat) dan publik bisa makin merata., serta pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara mandiri.

Lebih dari dua dekade otonomi daerah dilaksanakan, sehingga terdapat lebih dari 500 pemerintah daerah berupa provinsi, kabupaten, dan kota. Dan selama itu telah menjadikan kepala daerah sebagai "raja-raja kecil" di daerah.

Raja kecil itupun menggunakan kekuasaannya, dan pengelolaan atas keuangan, untuk memajukan daerah masing-masing. Tetapi tidak sedikit yang melihat celah-celah penyalahgunaan APBD, baik secara "kasar" maupun "halus".

Korupsi kepala daerah secara "kasar" dilakukan dengan cara-cara yang mudah dideteksi dan dibuktikan oleh KPK atau lembaga hukum lainnya (seperti Tipikor). Hal inilah yang membuat OTT kerap terjadi.

Sedangkan korupsi "halus" dilakukan oleh kepala daerah dengan instruksi tersirat, bukan tersurat.

Korupsi tersurat seperti dilakukan aparat pemerintah suatu kabupaten berlokasi dekat Jakarta yang mencatat "setoran" atau suap proyek di data komputer, beberapa tahun lalu, sehingga menjadi alat bukti kuat suatu tindakan penyuapan. 

Suap proyek tersebut bernilai puluhan miliar dan menyangkut 200-an orang pemborong atau kontraktor di Tipikor Jawa Barat.

Oleh karenanya, dalam berkomunikasi mereka lebih suka menggunakan bahasa lisan daripada tertulis. Lebih suka menggunakan telepon seluler jadul daripada gawai Android yang mudah disadap. Saya pernah membelikan seorang pejabat daerah sebuah telpon genggam kecil model lama agar tidak bisa disadap.

Dan bahasa berkode-kode serta cara-cara lainnya yang diperkirakan tidak kentara di pandangan orang lainnya. Demikian agar kelak tidak bisa menjadi alat bukti bagi aparat penegak hukum anti rasuah. Ini yang sangat mengkhawatirkan.

Dihitung dari ringkasan APBD seluruh daerah di Indonesia pada tahun 2017, terdapat realisasi belanja modal (pengadaan barang dan jasa atau proyek) senilai Rp. 222,098 triliun. 

Dari jumlah itu diperkirakan terjadi potensi kebocoran anggaran akibat korupsi "kasar" maupun "halus" senilai Rp. 15,55 triliun per-tahun. (selengkapnya dapat dibaca disini).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun