Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pentingnya "Make a Difference" dalam Bisnis Kuliner

13 Desember 2019   12:49 Diperbarui: 14 Desember 2019   11:06 3059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minuman kekinian (Sumber: www.shakereality.com)

Setelah turbulensi politik tahun 1998, menjamurlah "kafe tenda" yang populer di kalangan petualang kuliner, di antaranya di kawasan Semanggi dan Lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta Selatan.

Karena kantor tempat saya bekerja sedang "tiarap" --biasanya berbisnis berdasar koneksi dengan salah satu menteri-- saya pun punya cukup keleluasaan terjun dalam keriuhan itu, dengan turut mendirikan kafe tenda di Lapangan Parkir Timur Senayan.

Untuk pertama kalinya, Saya terjun di usaha Food & Beverages (F&B) alias penjualan makanan dan minuman.

Saat pertama mendirikan warung (istilah lugas dari kafe tenda) timbul kegamangan tentang jenis masakan yang akan dijual, penataan bangunan, penamaan dan tetek-bengek pengolahan kuliner.

Para pesaing adalah kafe tenda dengan pemilik bermodal kuat. Dimahfumi, mereka umumnya artis atau pengusaha yang membangun tempat secara bagus dengan menu setara restoran, menawarkan aneka masakan Indonesian, Chinese, Western, Italian.

Berbeda dengan saya, yang merakit warung dari hasil melego sedan tua, memicu adrenalin dengan investasi cekak berharap keuntungan layak.

Menyikapi itu, saya fokus pada penjualan minuman dengan sedikit makanan pendamping. Maka di dalam menu tertera lebih banyak minuman hasil olahan kopi, teh, milk-shake, juice dan minuman botol. Serta sedikit makanan pendamping berupa pisang cokelat dan beberapa medium food (seperti mie rebus dan mie goreng serta nasi goreng).

Contoh sajian masakan Sunda (Dok.pribadi)
Contoh sajian masakan Sunda (Dok.pribadi)
Di warung saya, milk-shake merupakan minuman terkemuka. Menggunakan susu murni langsung dari peternak, membuat olahan milk-shake lebih lezat dibanding dengan menggunakan susu pabrikan. Pembuatannya tidak menggunakan blender seperti penjual lain, tetapi dengan gelas shaker yang mesti diguncang-guncang secara manual.

Tidak sengaja kegiatan mengguncang-guncang shaker menjadi atraksi yang menarik bagi pengunjung. Karenanya, minuman itu menjadi salah satu pilihan laris.

Paling laku adalah minuman coffee shake, yakni racikan susu, gula cair dan campuran kopi tertentu. Rasanya demikian unik, sehingga ada pemilik kafe tenda lain berusaha mengimitasi, bahkan membuat racikan dicampur minuman beralkohol. Namun tetap tidak mampu menandingi rasa.

Primadona lainnya adalah pisang coklat, yakni sepotong pisang bertabur coklat dibungkus kulit lumpia lalu digoreng. Sebetulnya bukan jenis kudapan baru, tetapi saya menggunakan pisang tanduk yang khusus dipesan dari Bogor. Rasanya lebih legit dibanding pisang coklat lainnya.

Warung itu saya namakan "Kedai Kopi", didirikan dengan bangunan bermaterial bambu, menyeruak di antara kafe tenda yang glamor, semakin lama semakin ramai menjadi tempat tongkrongan anak muda. Keuntungan yang diharapkan telah menjadi nyata.

Apa sebetulnya yang menjadi rahasia?

Beberapa tahun kemudian, saya mengikuti semacam experiential training, yakni pelatihan kepemimpinan dengan metode simulasi yang dialami langsung (empiris).  

Di situlah saya baru mengerti, bahwa perlakuan dahulu kala terhadap kedai kopi merupakan salah materi dalam pelatihan, yaitu Make a Difference yang secara harfiah diterjemahkan menjadi "membuat sebuah perbedaan".

Make a difference makna bebasnya: perbuatan yang menghasilkan kaidah perbedaan secara positif seperti perbaikan; perubahan; hijrah (switching), sedemikian rupa sehingga mengemuka diantara sekumpulan hal atau orang yang biasa-biasa saja (mediocre).

Tak dipungkiri, usaha kuliner kian hari kian menggiurkan, namun jika hanya menawarkan produk sebangun dengan penjual lainnya maka akan menjadi usaha medioker atau biasa-biasa saja.

Make a Difference pada usaha kuliner digunakan untuk membedakan secara positif produk makanan dan minuman yang disajikan dan menjadi ciri khas atau ikon yang tidak gampang ditiru oleh pesaing lainnya.

Pada akhirnya, tidak sengaja saya telah menggunakan prinsip tersebut dalam mengelola usaha kuliner perdana saya, dengan menyajikan pisang cokelat dan coffee shake yang mempunyai rasa khas maupun cara meracik yang atraktif dibanding produk serupa kafe tenda lainnya.

Dari itu, bisa disimpulkan mengapa penjual ayam bakar di satu tempat lebih laris dibanding tempat lain, padahal resep pembuatan ayam bakar di mana-mana setali tiga uang? Dan ternyata yang menjadi pembeda adalah pada sambalnya!

Tidak terbatas untuk produk, Make a Difference juga digunakan dalam merancang bangunan fisik usaha kuliner, ambience (suasana ruang), gaya pelayanan dan hubungan dengan pelanggan.

Pengalaman tersebut saya gunakan ketika mengelola kafe sesungguhnya, dengan live  music, di kawasan Kebayoran Baru dan mengakuisisi sebuah rumah makan di jalan Kuningan, keduanya terletak di Jakarta Selatan, pada tahun-tahun berikutnya.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun