Warung itu saya namakan "Kedai Kopi", didirikan dengan bangunan bermaterial bambu, menyeruak di antara kafe tenda yang glamor, semakin lama semakin ramai menjadi tempat tongkrongan anak muda. Keuntungan yang diharapkan telah menjadi nyata.
Apa sebetulnya yang menjadi rahasia?
Beberapa tahun kemudian, saya mengikuti semacam experiential training, yakni pelatihan kepemimpinan dengan metode simulasi yang dialami langsung (empiris). Â
Di situlah saya baru mengerti, bahwa perlakuan dahulu kala terhadap kedai kopi merupakan salah materi dalam pelatihan, yaitu Make a Difference yang secara harfiah diterjemahkan menjadi "membuat sebuah perbedaan".
Make a difference makna bebasnya: perbuatan yang menghasilkan kaidah perbedaan secara positif seperti perbaikan; perubahan; hijrah (switching), sedemikian rupa sehingga mengemuka diantara sekumpulan hal atau orang yang biasa-biasa saja (mediocre).
Tak dipungkiri, usaha kuliner kian hari kian menggiurkan, namun jika hanya menawarkan produk sebangun dengan penjual lainnya maka akan menjadi usaha medioker atau biasa-biasa saja.
Make a Difference pada usaha kuliner digunakan untuk membedakan secara positif produk makanan dan minuman yang disajikan dan menjadi ciri khas atau ikon yang tidak gampang ditiru oleh pesaing lainnya.
Pada akhirnya, tidak sengaja saya telah menggunakan prinsip tersebut dalam mengelola usaha kuliner perdana saya, dengan menyajikan pisang cokelat dan coffee shake yang mempunyai rasa khas maupun cara meracik yang atraktif dibanding produk serupa kafe tenda lainnya.
Dari itu, bisa disimpulkan mengapa penjual ayam bakar di satu tempat lebih laris dibanding tempat lain, padahal resep pembuatan ayam bakar di mana-mana setali tiga uang? Dan ternyata yang menjadi pembeda adalah pada sambalnya!
Tidak terbatas untuk produk, Make a Difference juga digunakan dalam merancang bangunan fisik usaha kuliner, ambience (suasana ruang), gaya pelayanan dan hubungan dengan pelanggan.
Pengalaman tersebut saya gunakan ketika mengelola kafe sesungguhnya, dengan live  music, di kawasan Kebayoran Baru dan mengakuisisi sebuah rumah makan di jalan Kuningan, keduanya terletak di Jakarta Selatan, pada tahun-tahun berikutnya.