Postur itu saja sudah menunjukkan betapa luasnya skala kegiatan Kemenko PMK menyangkut banyak bidang yang harus ditangani dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.Â
Masing-masing kementerian telah mempunyai tupoksi, program-program, sarana, dan prasarana serta anggaran untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas, tentu saja dibawah koordinasi Kemenko PMK
Organisasi pemerintahan tersebut sudah menunjukkan piramida pengaturan lembaga dan orang-orang serba rumit, disebut birokrasi. Ditambah dengan adanya sertifikasi perkawinan akan menambah benang kusut birokrasi yang harus diurai oleh pasangan hendak menikah.
Suatu kebijakan yang tampaknya dibuat terburu-buru, sehingga melawan arus semangat penyerdehanaan birokrasi.
Birokrasi yang lugas, seperti dicanangkan Presiden Jokowi pada pidato pelantikannya pada tanggal 20 Oktober 2019:
Tugas kita itu menjamin "delivered", bukan hanya menjamin "sent". Saya tidak mau birokrasi pekerjaannya hanya sending-sending saja. Saya minta dan akan saya paksa, bahwa tugas birokrasi adalah "making delivered".
Jika dimaknai, kata "delivered" merujuk ke hasil pencapaian secara konkret bukan semata-mata kisah keberhasilan saja. Sedangkan kata "sent" diinterpretasi sebagai suatu cara yang sudah disusun atau hal yang telah dibuat, seperti: proposal dan makalah hasil lokakarya lainnya ysng bersifat abstrak.
Isi pidato itu menggambarkan pokok pikiran presiden untuk menyederhanakan birokrasi. Kemudian tugas dari pemerintah saat ini berfokus kepada hasil (result) nyata yang dicapai, bukan bagaimana cara mencapai atau proses pencapaian seperti yang ditunjukkan secara abstrak selama ini.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa program sertifikasi perkawinan yang digagas Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) merupakan gagasan abstrak yang bias dari maksud presiden tentang komitmen untuk mencapai hasil, seperti dimaksud presiden.Â
Program itu hanya akan menambah panjang proses birokrasi.
Jangan-jangan mereka yang terpaksa menikah karena --maaf, "kecelakaan"-- keburu kandungan membesar ketika bimbingan pra-nikah telah usai. Kebijakan itu akan melahirkan perkawinan di bawah tangan, sambil menunggu sertifikasi. Potensi terjadinya "jual beli" sertifikat untuk mengatasi keruwetan birokrasi.