Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mewajibkan sertifikasi perkawinan bagi pasangan yang akan menikah.Â
Bagi pasangan pra-nikah yang telah lulus bimbingan selama tiga bulan, mendapat surat izin yang membolehkan menikah. Bagi yang tidak lulus, siap-siap mengubur impian membina mahligai pernikahan.
Menko PMK, Muhadjir Effendy, berdalih bahwa kebijakan tersebut penting, agar pasangan akan menikah mengetahui bagaimana (cara) membangun keluarga.
Campur tangan negara ke dalam ruang privasi rakyat itu kemudian dijustifikasi oleh Deputi VI Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Ghafur Darmaputra:Â
Dijelaskan, bahwa bimbingan diadakan untuk menyiapkan warga Indonesia menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul di masa depan, sehat, bebas dari stunting dan selanjutnya.
Kelas pengadaan bimbingan pra-nikah itu bisa jadi diadakan dengan jumlah peserta tertentu, tidak tiap saat pasangan memperoleh jadwal bimbingan sesuai keinginan. Tentu juga butuh pengaturan layaknya lokakarya: fasilitator yang mumpuni, peralatan, tempat, dan sebagainya.
Sudah dapat dibayangkan, pasangan yang akan menikah yang biasanya harus melewati serangkaian persyaratan administratif dan sekarang ditambah pula dengan kewajiban sertifikasi yang memerlukan waktu relatif lama.
Memperkirakan perihal tersebut, program sertifikasi perkawinan dapat menjadi sebuah gagasan yang bertentangan dengan semangat penyederhanaan birokrasi, sebagaimana digaungkan oleh Presiden Jokowi.
Kementerian Koordinator PMK bertugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan.
Secara singkat, fungsinya adalah perumusan kebijakan, pengendalian, koordinasi, pengawasan, dan dukungan administratif dalam implementasinya.
Kemudian ada beberapa lembaga pemerintah dibawah Kemenko PMK: Kementerian Agama; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Kesehatan; Kementerian Sosial; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Kementerian Pemuda dan Olahraga; dan Instansi lain yang dianggap perlu.