Julukan hattrick dalam dunia sepakbola disematkan bagi seorang pemain yang mampu mencetak tiga gol berturut-turut ke gawang lawan ). Di dunia balap mobil F1 dan MotoGP, pebalap yang menjadi juara satu selama tiga kali berturut-turut dalam satu musim juga dihadiahkan sebutan hattrick. Demikian juga pada pertandingan kriket, hoki, polo air dan lainnya.
Sebutan ini juga kerap disandangkan pada mereka yang berhasil menjuarai suatu event, kejuaraan dan perlombaan bidang lain selain olahraga. Bolehlah, di dunia tulis-menulis istilah ini dipinjam, selama beberapa hari belakangan saya mendapatkan hattrick, sepanjang delapan tahun bergabung dengan Kompasiana!
Pada bulan Februari 2011 seorang sahabat mengajak bergabung dengan Kompasiana dalam rangka "membantu" temannya yang merupakan salah satu inisiator blog keroyokan itu, saya meramaikan saja. Mereka dibesarkan oleh candradimuka Ilmu Komunikasi di daerah Sekeloa, Bandung. Sedangkan saya sama sekali bukanlah pelaku ilmu komunikasi apalagi bidang jurnalistik. Oleh karenanya, artikel yang saya tayangkan kebanyakan ditulis "asal ada".
Tidak sekalipun terpikir menulis demi mendapatkan hadiah, peringkat atau ihwal populer lainnya. Sekali saja saya pernah membuat press release untuk pembukaan kembali sebuah cafe di Jakarta Selatan tanpa bayaran. Selebihnya adalah menulis untuk mengkonstruksi proposal bisnis, laporan progress atau korespondensi formal lainnya. Jangan heran, jika menyimak sebagian besar artikel saya bak membaca sebuah laporan perkembangan proyek.
Sekali event sempat saya ikuti berkaitan dengan Kompasiana, yakni Kompasianival tahun 2011 Â --kalau tidak salah diselenggarakan pada tanggal 17 November 2011-- di sebuah gedung Jalan Sudirman, Jakarta. Tak lama berselang, saya turut kumpul-kumpul dengan sesama Kompasianer di Taman Ismail Marzuki.
Di dalam peristiwa-peristiwa itu saya beruntung berkenalan dengan: Pak Iskandar Zulkarnain, Kang Pepih Nugraha, Bu Christie Damayanti yang berkursi-roda pada saat itu, Sandra Prasetyo, "Om Jay" Wijaya Kusuma, "Engkong" Agil Abd Batati, Bang "ASA" Andy Syukri Amal, Bang Ade Muhamad, Bang Faizal Assegaf, Bang Dian Kelana, Hazmi Srondol dan masih banyak lagi tokoh-tokoh hebat mengitari Kompasiana, menjadikan saya sebagai anak bawang.
Kegembiraan menulis berlangsung tidak lama, kesibukan sedemikian menyandera hingga tidak sempat menengok wadah kumpulan penulis luar biasa tersebut. Sedemikian tidak sempatnya, sehari bagai 36 jam. Kendati secara sporadis saya mengisi artikel, namun umumnya hanya berupa ceracauan versi tertulis. Bisa disebut nihil artikel.
Sekonyong-konyong, tahun 2019 waktu menjadi demikian membanjir untuk berkontemplasi dan melakukan ihwal tidak produktif lainnya. Kemudian saya teringat masih punya akun Kompasiana. Alangkah elok jika perenungan itu bisa dituangkan dalam bentuk tulisan.
Pada bulan Agustus 2019, dengan susah payah saya mulai menulis kembali. Jari-jari tangan kiri mengetik gagasan pada smartphone sampai menjadi tulisan utuh. Pengunggahan dilakukan melalui laptop agar lebih mudah dan nampak jelas jika terdapat salah ketik huruf atau typo (kalau salah ketik angka sih sulit dimengerti, karena program Excel sangatlah jujur). Alhasil, masih juga terdapat typo pada saat penayangan artikel.
Pembuatan tulisan sampai tayang memerlukan waktu lebih dari satu hari. Sebuah artikel dijadwalkan penayangannya sehingga bisa dikoreksi sebelum waktunya bila ada kekurangan. Selain kendala kondisi fisik, rasa tidak percaya diri merupakan hambatan besar untuk menayangkan hasil olah pikir.
Demikian sulit melukiskan kejadian dengan kata, kemudian saya memaksakan meniru penulis kawakan yang lihai meliuk-liukkan aksara agar indah dinikmati pembaca. Hasilnya tak sebagus perkiraan, bahkan memboroskan banyak waktu dan menguras tenaga demi artikel layak baca.