Kembali aku pontang-panting mengerjakan apa saja yang bisa menghasilkan makan.
Aku berjalan di atas trotoar sepi depan bangunan luas sekali. Mata dua lelaki menggerayangi tajam dari kejauhan. Sepertinya aku mengenali rupa mereka. Ah...tidak! Semua pegawai kantor bangunan luas sekali berwajah mirip tentara: bercelana hijau daun dan berkemeja hijau muda. Mereka menyingkir menyisakan pandangan janggal ketika aku berdekatan.
Tujuanku adalah sebuah kotak ajaib, disitu aku dapat menemukan makanan. Rasanya biasa saja menurutku, tetapi cukuplah menenangkan cacing-cacing penggerutu di perut. Kotak beton cukup besar diletakkan di luar meja-meja tempat orang berbaju daun menghabiskan santap. Kelihatannya mereka berusaha tidak memerdulikan kehadiranku.
Seseorang menghampiri membawa bungkusan, mungkin berisi beberapa potong tempe dan bakwan goreng. Eh...tapi sebentar dulu! Â Bisa jadi ia berusaha meracuniku. Memang belakangan aku punya banyak musuh. Aku harus selalu waspada. Toh masih ada kotak ajaib lain yang menyediakan makanan. Bergegas aku meninggalkan tempat itu menuju tempat berikut.
Rupanya seorang dermawan keliru meletakkan makanan di luar kotak semen, tapi tak apalah. Aku segera menikmati nasi dicampur ikan pindang tongkol. Memang lezat! Â Hingga kepalanyapun bisa dikremus sampai habis menyisakan tulang belulang.
Kucing oren melungker di bangku besi terbangun lalu melengkungkan badan menyembulkan bulu-bulu punggung dan ekornya, menggeram.
Serombongan anak tanggung melempariku dengan bebatuan sambil bersorak-sorai: "Orang gila....orang gila....orang gila...!"
Sontak aku lari bersama lalat-lalat hijau bermata besar semburat terbang menyingkir dari tempat sampah terbuat dari beton itu.
~~ Selesai~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H