Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memancing Kekayaan

10 Oktober 2019   08:46 Diperbarui: 10 Oktober 2019   08:50 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay

"Bapak sedang keluar, tidak ada informasi apakah akan kembali." jawab sekretaris itu, Hendra keluar ruangan. Wajah-wajah seperti burung nasar memandang lekat melahap bayangan Hendra. Masuk pesan singkat di smartphone-nya: " Saya sedang bersama kontingen. Tolong kesini bawa nasi bungkus". Hendra bergegas meninggalkan gedung menuju parkir mobil.

Aku memegang kendali, "Kita menuju Cibubur, Bumi Perkemahan Pramuka....!"

Batinku: "Sekarang mestinya bukan masa jambore. Bisa jadi jambore Pramuka tingkat kabupaten" .

Hari ini Hendra memenuhi undangan pertemuan dengan Saeful, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan. Hendra yang kukenal sepuluh tahun lalu, kini berubah menjadi pengusaha sukses: mobil SUV berwarna avant garde bronze keluaran baru; menghuni sebuah rumah mentereng di kawasan Surga Estate. 

Dulu kami sesama pedagang di emperan pasar. Kedekatan kami dilandasi kecintaan yang sama kepada motor bebek C-70, yang terawat baik hingga kini. Sepeda-motor milik Hendra dicat kelir biru dan menjadi pajangan di ruang tamu. Punyaku berwarna merah cabe --sudah kusam karena sering berjemur-- dipakai hilir mudik untuk mengurus keperluan usaha.

Untuk itulah aku bertemu dengan Hendra, berharap akan ketularan kaya. Sebetulnya aku sudah bosan menjalani usaha yang begitu-begitu saja. Bagusnya, saat ini usahaku berpindah ke kios permanen, tidak di trotoar lagi. Saling bergantian dengan istri menunggu kios.

Tetapi aku ingin mengikuti jejak menuju ketenaran, yakni bagaimana menempatkan diri pada jajaran pengusaha besar di kota kecil ini? Sementara ini yang bisa aku lakukan adalah menyupiri Hendra. Sebentar ke kantor Pemda. Sebentar ke kantor Bank. Sebentar menemui rekanan dan banyak sekali yang dijumpai. Demikian sibuknya, sehingga sopir sebelumnya tidak sanggup bertahan lama.

Setelah keluar pintu tol, mobil memasuki area Bumi Perkemahan Cibubur. Suasana sangat lengang. Sedikitpun tidak tampak kegiatan kepramukaan. Kendaraan melaju ke tempat tersembunyi, di bawahnya banyak diparkir mobil keluaran terbaru. Hendra memasukkan sebundel uang seratus ribuan ke dalam amplop.

Jambore kontingen ikan! Ternyata ini tempat pemancingan yang luas. Terdapat tidak kurang dari 100 lapak, dengan sela diantara lapak hampir mencapai 3 meter. Kedi profesional mendampingi tiap pemancing: meracik umpan, memasang umpan pada kail, menyerok ikan kena pancing, melepas ikan dari mata kail, menempatkan ikan dalam keranjang kemudian segera membawanya ke tempat penimbangan. Pelayanan kedi nyaris mengambil alih semua pekerjaan. Pemancing hanya perlu duduk, melempar pancing kemudian menunggu umpan dimakan ikan sembari menyeruput kopi dan meniupkan asap rokok.

Hendra membawaku menuju lapak pemancingan nomor 3 di ujung kolam.

"Tadi di kantor banyak orang yang menunggu ya?" tanya Saeful.

Hendra mengangguk, "Saya kira janji bertemu di kantor saja, ternyata di sini..."

"Hari ini banyak sekali wartawan bodrex dan perwakilan LSM abal-abal yang harus disediakan amplop. Juga orang bergerombol meminta jatah paket pekerjaan. Oleh karena itu, tadi waktu istirahat makan siang, Saya kabur ke tempat pemancingan ini..." terang Saeful yang juga bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen.

"Untuk kamu sudah Saya atur proyek yang akan didapat. Parameter di dalam Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) sebagai dokumen dasar pembuatan lelang sudah dibuat sedemikian rupa agar orang lain mustahil memenuhinya. Panitia pengadaan barang dan jasa sudah dikondisikan. Sangat kondusif! Kelak, perusahaan yang kamu bawa untuk mengikuti lelang sudah dipastikan aman dan digiring untuk menjadi pemenang tender. Ada tiga paket pekerjaan akan dilelangkan dengan total nilai 10 milyar, sebaiknya memakai perusahaan berbeda" lanjut Saeful.

"Siap pak...!" Hendra menjura.

Perlawanan ikan seberat sekiloan berhasil ditaklukkan, kedi dengan sigap melepas ikan menggelepar dari kaitan pancing dan membawanya ke penimbangan.

Saeful menoleh ke Hendra, "...sudah dibawa yang saya pesan tadi?"

Hendra mengangguk, "Saya bawa ceban pak, nanti setelah pekerjaan selesai akan saya lunasi sisanya", memindahkan amplop ke tangan Saeful.

Saeful tersenyum lebar, "Yang penting pekerjaan selesai, urusan kualitas nomer dua, dan memenuhi commitment fee....".

Keesokan hari, aku enggan berangkat ke rumah Hendra menyupiri seperti biasanya. Lebih baik aku menemani istri yang kukasihi menjaga kios di pasar sebagaimana mestinya. Walaupun tidak banyak, hasil berdagang rasanya masih bisa dinikmati sekeluarga tinimbang keuntungan melimpah dari hasil kongkalikong.

Telepon berdering sejak tadi. Panggilan tak terjawab dari nomor Hendra....

~~ Selesai ~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun